Opini

Dialektika Gombal Mukiyo

1040
×

Dialektika Gombal Mukiyo

Sebarkan artikel ini
dialektika

Narasi besar yang disuarakan oleh sekelompok kecil “penguasa” harus berhadapan dengan narasi besar oleh masyarakat silent majority dan swing voters (yang bisa mencapai jumlah 80-90% total DPT) dimana mereka ini tidak terlalu militant dalam berpolitik, orang-orang baik yang pemaaf, orang yang naif yang sering dikibulin tetapi tidak pernah kapok. Juga mereka yang militansinya hanya pada bansos dan BLT.

Narasi besar penguasa akan selalu dikemas dalam diplomasi politik yang hipokrit. Bilang netral, ternyata tidak netral. Seolah heroik dalam merestorasi Indonesia, tetapi ternyata sangat kompromistis.

Scroll untuk melihat berita

Diplomasi politik juga termasuk kepiawaian untuk “ngeles” dari kritikan dan gugatan dengan permainan akrobat yang legalistik walaupun tidak legitimated. Yaa karena itu tadi….banyak yang mudah ditipu, banyak yang suka selalu diberi obat gosok merek Bansos dan BLT, banyak yang oportunis pekerjaan, bisnis maupun jabatan.

Dialektika gombal mukiyo ini akan terus berlangsung selama 5 tahun sampai dengan masa pemilu selanjutnya. Demikian seterusnya sampai masyarakat mayoritas menjadi cerdas, dan pendapatan perkapita bisa naik untuk mencukupi hidup keluarga dan tidak mau dikibulin lagi untuk dibeli electoral vote-nya. Tapi kapan hal ini bisa terwujud?

Mungkin masih lama sekali, karena persoalannya bukan pada rakyat tetapi lebih pada penguasa gelap di belakang penguasa resmi yang masih enjoy untuk memanfaatkan kelemahan dan kebodohan dalam masyarakat demi kejayaan mereka dan kelompoknya.

Dan inilah dialektika gombal mukiyo. Mari kita nikmati.

Lalu kita membayangkan betapa jauh beda kualitas ideologi dan dedikasi antara tokoh politik pemimpin saat ini dengan para tokoh politik pemimpin masa-masa kemerdekaan. Uang memang bukan tokoh, tetapi tokoh butuh uang. Untuk apa? Untuk membeli kebodohan.

Dan mata batin kita menerawang jauh tentang kehidupan dan masa depan anak cucu kita.

Mudah-mudahan mereka menjadi orang yang baik dan tidak bisa dibodohi oleh kaum gombal mukiyo.
Wallahua’lam.

(*) Penulis adalah pengamat sosial dan politik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *