Oleh: Isma Hakim Rahmat *
SIAPA bilang medan pertempuran politik di ajang Pemilihan Gubernur Jawa Timur di akhir 2024 bagi inkamben Khofifah Indar Parawansa lebih ringan ? Justru lebih berat.
Gejalanya sudah bisa dirasakan belakangan ini. Gejala yang dimaksud adalah mengarah kepada perlawanan. Tidak sekadar sparing partner. Teman latih tanding. Tapi justru tanding betulan.
Bahkan sengit. Begitu sengitnya sehingga akan muncul diagonal baru poros – poros politik. Namun itu masih serba mungkin. Bisa mungkin benar. Bisa tidak.
Jika memandang dengan kacamata skeptis maka justru akan kompak mengatakan ..ah tidak mungkin. Khofifah sudah dijamin bakal landing.
Tapi sepertinya penulis ingin menyampaikan sebuah tarikan alur premis-premis yang terjadi sehingga bisa menjadi asumsi politik dan pisau analisa sehingga linier dengan empiriknya ke depan.
Penulis berharap ini jadi referensi pertama, yang membuat Khofifah mawasdiri dan waspada akan bertarung mulus di Pilkada Gubernur, Rabu, 27 November 2024 mendatang.
Pertama, premis bahwa Khofifah Indar Parawansa, saat ini diunggulkan dan ditahbiskan menjadi “seng ngada lawan eih,” justru membahayakan posisinya.
Kendati Ketua PP Muslimat NU ini diyakini leading, namun ketika mencuat perasaan overthinking atau over-estimate justru malah akan meninabobokan. Dari kecil-kecil akan menjadi gelombang rintangan yang berat.
Kondisi mindset masyarakat dewasa ini, ada sejumlah potensi pergeseran cara pandang dalam menentukan sikap menghadapi setiap perhelatan pesta demokrasi, atau kontestasi pemilihan.
