Opini

Dialektika Mistisme dan Budaya Jawa

480
×

Dialektika Mistisme dan Budaya Jawa

Sebarkan artikel ini

Oleh : Fikri Mahbub

KEPULAN asap rokok yang menyelingar di kaki Gunung Penanggungan malam itu membuat Rudi menghampiri saya yang duduk terdiam menikmati udara sejuk khas pegunungan.

Scroll untuk melihat berita

Mungkin sorot mata saya kala itu tampak kosong sehingga membuat warga lokal itu tertarik bertegur sapa dengan saya.

Rumahnya tak jauh dari tempat saya duduk. Sebuah rumah beriringan dengan warung berjarak sekitar 100 meter di bawah tempat saya duduk bersila. Itu setelah saya tanyakan padanya.

“Sendiri Mas?,” sapanya mengagetkan lamunan saya. Tanpa menunggu saya melontarkan satu kata pun, pria berambut setengah gondrong itu melanjutkan obrolannya.

“Sampeyan seharusnya tadi mampir dulu ke Mbah Tunggulwulung di bawah sana. Makamnya di sana. Kapan-kapan saya antarkan,” katanya bercerita.

“Sampeyan butuh pelancar rezeki biar hidupnya ndak bingung. Biar bisa bantu banyak orang. Kalau sudah lancar ingat orang-orang sekitar. Nanti kuncinya di Simbah sekaligus doa ibu,” tuturnya.

Saya bingung, dalam hati sungguh bingung. Bapak-bapak bernama Rudi ini kenapa, pria paruh baya ini entah mengapa tahu isi pikiran saya. Meski tak sepenuhnya benar, namun setidaknya menyentuh garis besar pikiran saya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *