Opini

Representasi Perempuan dan Inklusi Pemilu

860
×

Representasi Perempuan dan Inklusi Pemilu

Sebarkan artikel ini
Laila Mufidah

Oleh : Fikri Mahbub

KONTESTASI Pemilu 2024 telah di ujung desas-desusnya. Pemilu masih menyisakan isu yang tak pernah memudar perihal keterwakilan perempuan.

Scroll untuk melihat berita

Masih menjadi tajuk utama bahwa perempuan harus memiliki wakil di legislatif maupun eksekutif. Setidaknya jumlah jarak yang tak begitu jauh dengan laki-laki.

Secara hukum, sebenarnya sudah ada basis untuk mendorong keterlibatan perempuan di politik. Semisal, menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Salah satu syarat partai politik yang bisa mengikuti pemilu adalah menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.

Afirmative action 30% keterwakilan perempuan di parlemen menunjukkan bahwa UU telah menghadirkan perempuan dalam politik.

Walaupun menurut data di lapangan, ada tren kenaikan persentase keterwakilan perempuan di parlemen dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, tetapi angkanya belum pernah menyentuh 30 persen.

Padahal, suara perempuan diperlukan dalam perumusan kebijakan publik, terutama untuk isu-isu yang menyangkut perempuan, termasuk Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru-baru ini disahkan dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Peraturan lainnya adalah dengan menerapkan zipper sistem yang mengatur bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan.

Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 55 ayat 2 UU nomor 10 tahun 2008. Kedua kebijakan ini bertujuan untuk menghindari dominasi dari salah satu jenis kelamin dalam lembaga-lembaga politik yang merumuskan kebijakan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *