Opini

KEKUASAAN ITU FANA

1003
×

KEKUASAAN ITU FANA

Sebarkan artikel ini

Oleh : Hadi Prasetyo *

Kalau berbicara tentang kokohnya kekuasaan di tangan seorang presiden, hampir semua orang di Indonesia nyaris sepakat bahwa kekuasaan Presiden Soeharto lah yang paling kokoh karena mampu bertahan hingga 32 tahun, dengan kendali penuh, walau pada akhirnya jatuh juga melalui peristiwa reformasi 1998.

Scroll untuk melihat berita

Bagi gen Z dan milenial yang tidak mengalami peristiwa itu perlu mengetahui apa penyebab Presiden Soeharto akhirnya memutuskan mundur dari jabatannya pada tanggal 21 Mei 1998.

Alasan (yang bersifat kesimpulan) adalah karena meningkatnya kerusuhan politik dan kekerasan yang menggerogoti dukungan politik dan militer (yang sebelumnya sangat kuat),
Cerita lengkapnya bisa dibaca pada laman
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kejatuhan_Soeharto#:~:text=Meningkatnya%20kerusuhan%20politik%20dan%20kekerasan,Presiden%20Habibie%20yang%20baru%20dilantik.

Menurut Aris Santosa (bisa dibaca selengkapnya pada laman https://www.dw.com/id/konflik-internal-militer-dan-gerakan-mahasiswa/a-65492367) gerakan reformasi 1998 yang berujung lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, merupakan “kolaborasi” dari dua gerakan atau medium, yakni ‘konflik internal militer’ dan ‘gerakan mahasiswa’, yang di antara keduanya bisa jadi tidak terhubung secara langsung, tetapi secara resultante menumbuhkan daya kikis brutal dalam waktu sangat singkat (hitungan hari) terhadap kekuasaan politik superior Presiden Soeharto.

Kolaborasi dua gerakan tersebut ada pada momentum yang tepat, ketika krisis moneter melanda Asia yang menyebabkan kurs dollar melonjak puluhan kali lipat, sehingga ekonomi collapse, ditambah peristiwa SARA yang menyebabkan peristiwa tragis jatuhnya banyak korban etnis Tionghoa, sehingga terjadi exodus besar-besaran.

Berdasarkan pengalaman sejarah yang belum terlalu lama berselang ini, kini kita dihadapkan pada (dugaan analitis dari berbagai pakar dan pengamat) adanya proses pembentukan superioritas kekuasaan oleh Presiden Jokowi, sejak dari pra hingga pasca Pilpres 2024.

Sebagai asumsi, skenario menuju superioritas kekuasaan mungkin sudah terkonsep sejak awal pemerintahan Presiden Jokowi kedua (awal 2019), ketika Pak Prabowo diajak masuk koalisi pemerintah Kabinet Indonesia Maju dengan posisi vital sebagai Menhan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *