Peraturan dan UU

Pakar Hukum Sebut Kasus RSD dr Soebandi Masuk Pidana Korupsi

170
×

Pakar Hukum Sebut Kasus RSD dr Soebandi Masuk Pidana Korupsi

Sebarkan artikel ini
RSD dr Soebandi
Pakar Hukum Prof. Dr. M. Arief Amrullah (Foto: Dok. Arief Institute of Law)

BERITABANGSA.ID-JEMBER- Pakar hukum Universitas Jember Prof. Dr. M. Arief Amrullah, menyatakan kasus di RSD. dr. Soebandi Jember, telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi (tipikor) sesuai dengan pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang dirubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Di dalam pasal 3 menyebutkan,“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Scroll untuk melihat berita

Kata Prof Arief Amrullah, tindakan pegawai honorer RSD dr Soebandi, telah memenuhi 3 unsur dalam pasal itu.

Pertama, pegawai ini telah menerima kewenangan atau jabatan dari instansi pemerintah yakni RSD dr Soebandi, milik Pemerintah Daerah, menyalahgunakan kewenangan atau jabatan tersebut.

Kedua, yang bersangkutan sudah mengakui perbuatannya sesuai pemeriksaan oleh direksi sehingga apa yang dilakukan telah merugikan keuangan negara, dan ketiga, unsur menguntungkan diri sendiri.

“Jadi itu sudah masuk semua unsurnya dalam pasal 3 Undang-undang Tipikor,” terang Prof. Arief, kepada beritabangsa.com, Kamis (10/02/2022).

Terkait keputusan Direktur RSD dr Soebandi Jember dr Hendro Soelistijono, MM, M.Kes, yang memilih jalur non hukum atau tidak melaporkan kepada aparat penegak hukum (APH), menurut Profesor Arief justru sangat keliru.

“Langkahnya ini patut dicurigai sebagai langkah untuk melindungi kejahatan,” tegas Prof Arief.

Dalih Direktur RSD. dr. Soebandi tidak melibatkan APH dalam kasus ini setelah terduga pelaku ID berjanji, sanggup mengembalikan kerugian keuangan kepada RS pelat merah ini dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai.

Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember ini menegaskan meski yang bersangkutan telah mengembalikan kerugian, tidak lantas menghapuskan tuntutan pidananya.

“Itu tertuang dalam pasal 4 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tipikor,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *