Sementara itu, tokoh pemuda Jati Duwur, Isma Hakim Rahmat, mengatakan momentum kali ini sangat tepat untuk saling mendukung menjalankan misi kemanusiaan dan budaya.
“Salam kita ke anak-anak Sahara Barat, kami mendukung kemerdekaan Sahara Barat,” ujar Cakisma.
Topeng Jati Duwur Reborn
Kata Cakisma, seni wayang topeng Jati Duwur, krisis sumberdaya pemain. Namun kali ini, berkat kekompakan pemuda desa yang tergabung dalam Komunitas Pemuda Kreatif Peduli Desa (Kopped), seperti terlahir kembali.
“Alhamdulillah, untuk generasi penerus Topeng Jati Duwur sudah siap, dan seperti terlahir kembali,” ujar Cakisma.
Diakui bahwa selama satu dekade ini, pelaku seni dan wayang Topeng Jati Duwur ditinggal generasi. Ada yang keluar desa karena seni wayang tak menjanjikan secara ekonomi, kurangnya perhatian pemerintah daerah, hingga karena banyaknya pemain wayang yang meninggal dunia.
“Sepuluh tahun terakhir memang pemain utama tinggal satu yang masih hidup, penabuh kendang,” ujarnya lagi.
Tapi kini mulai dari penari, pemain, pengrawit hingga dalang sudah ada penerusnya dari putra daerah sendiri.
“Kita sengaja bawa Benjamin dan Sanna, untuk ikut mempromosikan seni budaya ini, ke Eropa. Kita sudah berani promosi karena kita sudah terlahir kembali,” pungkasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id