Kenaikan tarif tidak hanya berlaku pada CHT, tetapi juga rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL). Untuk rokok elektrik, Sri Mulyani menuturkan, kenaikan tarif cukai akan terus berlangsung setiap tahun selama lima tahun ke depan.
Cukai rokok elektronik juga naik yaitu rata-rata 15 persen untuk rokok elektrik dan 6 persen untuk HTPL. Ini berlaku, setiap tahun naik 15 persen, selama 5 tahun ke depan.
Di dalam regulasi atau kebijakan Menkeu RI itu, belum menunjukkan komitmen besar pemerintah dalam melindungi hajat hidup rakyatnya. Di dalam regulasi itu juga masih mengatur pula produk rokok sigaret kretek tangan (SKT), selain SKM dan SPM.
Meski dalam penetapan tarif cukai baru untuk SKT itu naik 5 %, berbeda dengan rokok SKM dan SPM yang naik 10 – 11,7 %, belumlah cukup bahwa negara ini disebut sangat memperhatikan nasib rakyat di level bawah.
Kita tarik ke belakang bahwa SKT dibanding SKM dan SPM adalah usaha tertua di negeri ini. Jikalau dalam meregulasi tarif cukai itu memasukkan SKT, maka muncul ketidakadilan.
Kok bisa ? Mari kita tengok. Jika menaikkan tarif cukai berdasarkan sumbangan kepada negara, atau pendapatan pajak ke negara, maka justru eksistensi rokok SKM dan SPM selama ini adalah jauh lebih layak diregulasi.
SKM dan SPM selama ini terkesan padat modal, besar anggaran promonya, lebih gencar dan besar anggaran marketingnya. Kalau sudah demikian maka tentu tak dipungkiri target marketing SKM dan SPM akan diupayakan lebih luas dan besar.
Jika kita lihat dua dekade terakhir, pasar market anak muda yang besar itu tak terlepeas dari gencarnya SKM dan SPM dalam marketingnya.