Bagi Marley, tak ada pilihan untuk amputasi. Pilihannya hanya dua. Jah, Tuhan para pemeluk Rastafari, akan menyembuhkannya, atau Jah akan mengambil Marley.
Marley memang dikenal sebagai musisi yang tangguh dan pantang bilang tidak pada setiap aral, yang mendapat julukan Talawa, Tuff Gong: ia yang kuat dan tak kenal takut.
Kondisi Lingkungan Sosial yang Keras
Konflik besar Jamaika kala itu membawa pria kelahiran Nine Mile, Saint Ann, Jamaika itu tumbuh besar bersama kekerasan dan relasi sosial yang tak elok. Deretan penembakan terjadi di tengah kota Kingston.
Jamaika mencatat kekerasan politik sporadis berkembang menjadi peperangan perkotaan setelah serangkaian ledakan kekerasan.
Pemberontakan Henry, insiden Coral Gardens, kerusuhan Anti Tiongkok pada 1965, hingga kerusuhan Rodney.
Marley menyaksikan di mana dunia sedang tak baik-baik saja. Rentetan perang sipil terjadi lantaran politik yang tidak kondusif. Perang ideologi sayap kanan dan sayap kiri menjadi ajang validasi merebut keyakinan masyarakat.
Marley dibesarkan di Trench Town, sebuah wilayah kumuh, keras, dan penuh ketimpangan sosial. Dari situ juga Marley belajar musik dan menikmati sepakbola. Dua hobi yang membawanya pada dimensi kedamaian batin yang tak ia rasakan di lingkungan sosialnya.
Bahkan suatu ketika Marley bermain bersama anak-anaknya di lapangan dekat pantai yang kemudian mereka ditembaki oleh orang tak dikenal. Peluru yang untung saja tak mengenai siapapun.
Ambisi Perdamaian
Marley dalam ambisi perdamaiannya pernah berujar ketika ucapan tidak lagi terdengar, mungkin musik bisa menyentuh hati. Lewat musik reggae, Marley mengajak dunia berjalan menuju perdamaian. Keyakinan itu ia dapati beriringan dengan hobinya yang membawa misi perdamaian.