Pada poin pertama dalam surat pernyataan ini berisi pernyataan sebagai berikut,”bahwa saya melepaskan hak atas upah selama hubungan kerja dengan PT SS Utama di tahun 2023 untuk tidak dibayar sesuai dengan surat keputusan Gubernur Jawa Timur nomor 188/889/KPTS/031/202 tentang upah minimum Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2023, dan saya bersedia dengan sukarela atas pekerjaan yang saya kerjakan pada bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Desember 2023 upahnya dibayar sebesar Rp105.000 (seratus lima ribu rupiah) setiap hari. Lembur dibayar sebesar Rp16.000 (enam belas ribu rupiah) setiap jam.”
Atas dasar ketidakpuasan tersebut, sekelompok pekerja PT SS Utama yang tergabung dalam serikat buruh FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia), memilih untuk tidak menandatangani surat pernyataan bermaterai tersebut.
Namun Imbasnya, pada Kamis (19/01/2023) sekelompok pekerja ini dipanggil oleh bagian personalia sekitar pukul 14.15 WIB.
Dari hasil pembicaraan yang sempat terekam, pihak personalia yang saat itu diwakili oleh Kusno, menanyakan sebab kenapa tidak mau menandatangani surat pernyataan itu.
Adu argumen di antara kedua belah pihak ini meruncing lantaran Kusno bersikukuh bahwa pernyataan itu merupakan aturan dari perusahaan yang harus dipatuhi oleh pekerja.
“Kami sudah menandatangani surat kontrak kerja beberapa waktu lalu, kenapa kali ini harus menandatangani lagi surat pernyataan seperti ini, maksud perusahaan bagaimana, kami minta penjelasan,” ujar Rio, Ketua PUK FSPMI PT SS Utama.