5. Sering Komunikasi dengan Bonek
Setiap klub sepak bola memiliki kultur tradisi yang harus dihargai. Modernisasi klub tidak boleh meninggalkan kultur. Salah satu kultur Persebaya adalah kedekatan klub dengan suporter. Bonek selalu hadir pada masa-masa kritis, saat klub membutuhkan. Itu sudah dibuktikan pada saat Persebaya ‘mati suri’, dan kembali dibuktikan musim ini dengan kemampuan Bonek menekan penyelenggara Liga 1 untuk mengubah jadwal main Bajul Ijo.
Salah satu aksi anarkis yang terjadi kemarin merupakan bentuk kekecewaan dan kritik nyata terhadap Persebaya saat ini adalah minimnya komunikasi dengan Bonek. Keterputusan hubungan Bonek dengan Persebaya sebagai sebuah bagian dari entitas kota sebenarnya sudah terjadi saat Wisma Karanggayam tak lagi digunakan, dan Persebaya tak bisa berlatih di Lapangan tersebut. Pengelolaan Persebaya mungkin lebih profesional. Kita tidak pernah lagi mendengar pemain terlambat menerima gaji. Namun hubungan pemain dan Bonek tak sedekat dulu lagi. Ada spirit Persebaya yang hilang. Suporter dan pemain seperti terpisah.
Kini saatnya manajemen Persebaya bertemu dengan simpul komunitas Bonek untuk menyerap suara dan keinginan mereka. Sekaligus menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di internal klub. Semua sudah tahu fanatisme dan loyalitas Bonek tak perlu diragukan. Selama ini dengan harga tiket yang naik dan permainan Persebaya yang buruk, mereka tetap hadir di stadion. Aksi protes keras yang terjadi pada Kamis malam menjadi alarm bahwa Persebaya harus mulai membangun komunikasi.