Opini

50 Tahun Gusti Ratu Ibu

1000
×

50 Tahun Gusti Ratu Ibu

Sebarkan artikel ini
50 Tahun
Laila Mufidah saat mengikuti buka bersama Eri Cahyadi di DPC PKB Surabaya

Oleh : Fikri Mahbub *

RASANYA kita sekarang ini adalah manusia-manusia produk negeri dua musim yang dipaksa menerima pola pikir, cita rasa, ideologi, selera, HAM, demokrasi, sosialisme-komunisme, pluralisme, feminisme, dan isme-isme yang lain yang berjejer angkuh di rak buku perpustakaan.

Scroll untuk melihat berita

Manusia Indonesia memiliki cara menjawab dirinya sendiri dan bersama-sama menjawab zamannya.

Rasa yang akan tak pernah bisa sama dengan saudara di negara empat musim.
Sisi moralitas yang berbeda menaungi pemikiran dan kebudayaan bangsa Indonesia.

Kami mengingat setengah abad kehidupan sudah dijalani sosok yang selama ini menjadi ibu kami, ibu dari masyarakat Surabaya, ibu dari pegiat kemanusiaan dan seabrek pemikiran tentang apapun itu. Bersedia menjadi tempat keluh kesah bersama. Berdiskusi panjang hingga dini hari tiba.

Yang kami maksud “ibu kami” adalah beliau yang telah genap di usia 50 tahun. Kehidupan yang diberkahi Allah menjadi pemantul “Al-Hakim”: Allah Yang Maha Presisi. Maha Mata Pandang dengan kelembutan yang paling jernih, titis, lantip, dan waskito. Bahasa popular menyebutnya: menemukan hikmah.

Maka kalau kita tahu bahwa Al-Fatihah adalah Ummul kitab atau Ibunya Alquran, setidaknya selama masa kami mengenal beliau, kami mengalami “roso”-nya pada hubungan antara Ibu dengan masyarakat, ibu dengan kawan, ibu dengan anak-anaknya. “Roso” yang selama ini mengayomi hati kami bersama.

Di belahan dunia mana saja, kami rasa kata Ibu selalu memiliki akar makna yang selaras.

Momong, Among, dan Ngemong. Tiga kata yang bersumber dari ketulusan hati sebagai Ibu. Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.

(*) Penulis adalah wartawan beritabangsa.id.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id

Respon (1)

  1. Yang kami maksud “ibu kami” adalah beliau yang telah genap di usia 50 tahun. Kehidupan yang diberkahi Allah menjadi pemantul “Al-Hakim”: Allah Yang Maha Presisi. Maha Mata Pandang dengan kelembutan yang paling jernih, titis, lantip, dan waskito. Bahasa popular menyebutnya: menemukan hikmah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *