Akibat yang timbul pada saat pekerja mengalami risiko kerja yang mengakibatkan meninggal dunia adalah terdapatnya kekurangan manfaat yang diterima oleh ahli waris dengan penjelasan :
• Dasar perhitungan dengan gaji Rp3,7 juta :
Santunan meninggal dunia JKK = Rp3.700.000 x 48 bulan upah = Rp177.600.000
• Dasar perhitungan dengan gaji Rp100 juta :
Santunan meninggal dunia JKK = Rp100.000.000 x 48 bulan upah = Rp4.800.000.000
• Selisih manfaat yang diterima sebesar Rp4,8 miliar – Rp177,6 juta = Rp4,622 miliar
Sedangkan untuk manfaat Jaminan Hari Tua yang iuran nya dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya dapat dihitung sebagai berikut :
• Dasar perhitungan dengan gaji Rp3,7 juta :
Iuran JHT = Rp3.700.000 x 3,7% = Rp136.900,-
• Dasar perhitungan dengan gaji Rp100 juta :
Iuran JHT = Rp100.000.000 x 3,7% = Rp3.700.000,-
• Selisih manfaat JHT yang seharusnya dibayarkan oleh perusahaan setiap bulannya = Rp3,7 juta – Rp136,9 ribu = Rp3,56 juta/bulan.
Dengan asumsi iuran di atas, terdapat perbedaan manfaat atas Jaminan Hari Tua yang akan diterima pekerja. Untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp3,7 juta, manfaat jaminan hari tua yang akan diterima untuk 1 tahun kepesertaan sebesar Rp2,6 juta, sedangkan untuk upah yang dilaporkan sebesar Rp100 juta manfaat jaminan hari tua yang akan diterima mencapai Rp71 juta dengan asumsi hasil pengembangan yang diberikan sebesar 7% per tahun.
Nilai pengembangan yang diberikan selalu di atas rata-rata bunga deposito perbankan. Jika perusahaan berstatus PDS, sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk menanggung semua selisih yang timbul.
Dengan mendaftarkan perusahaan dan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan, itu artinya perusahaan sudah mengalihkan tanggung jawab perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan jika terjadi risiko pekerjaan.
“Semoga ke depan, para buruh bisa berserikat dan tidak dihalangi oleh pihak perusahaan ketika para buruh akan membentuk serikat buruh,” pungkasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id