Opini

Kepingan Negara Proletarian

699
×

Kepingan Negara Proletarian

Sebarkan artikel ini
Proletarian
Fikri Mahbub, wartawan beritabangsa.id

Oleh : Fikri Mahbub

SEJAK dulu rakyat kecil tak pernah begitu memusingkan siapa yang akan menduduki kursi presiden dan wakilnya. Tak juga tahu siapa yang akan duduk di kursi legislatif. Yang mereka tahu bagaimana esok hari bisa makan dengan keluarga.

Scroll untuk melihat berita

Bisa dikata para proletarian tak punya dan tak diberi hak selera untuk memilih calon pemimpin negara ini. Tak banyak pilihan dalam kehidupan mereka. Apalagi hanya untuk sekedar berpesta dalam demokrasi lima tahunan itu. “Mbok ya saya mikir buat besok, makan apa”. Mungkin sesederhana itu cara berfikirnya.

Menghitung hari menuju pesta demokrasi, euforia publik mengemukakan politik perubahan. Namun mayoritas dari mereka merasa bahwa acara lima tahunan itu tidak akan merubah nasib bangsa secara signifikan. Pemikirannya pragmatis nan oportunis, mentalnya terjajah asing, bahkan acuh tak acuh terhadap rakyat. Lalu kami bertaruh nasib bangsa yang seperti apa?.

Secara tidak langsung, selama ini rakyat disuguhkan dengan sudut pandang serba abstrak. Dialektika dalam kontestasi debat seakan menjadi ajang menjanjikan kesejahteraan bersama, kemakmuran bangsa. Nyatanya bagi mereka hanya sederet aristokrat yang sejahtera.

Presiden yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia bukanlah “siapa”, melainkan “tahu apa” dan “bisa bagaimana”. Tak hanya bisa berteori namun juga penerapannya jika nanti terpilih.

Dia bisa memberikan apa, tak melulu harus siapanya, meski sebagian kalangan akan menghujat dengan suara lantang jika bukan dari kalangannya. Harus memperhitungkan kebutuhan dasar rakyat dari jangka pendek, menengah, hingga panjang. Memperhitungkan geopolitik dunia yang sedang memanas.

Mengitung hari di 14 Februari 2024, lebih dari 200 juta pemilih di dalam negeri dan 1,75 juta diaspora Indonesia akan bersatu untuk memilih presiden dan wakil presiden berikutnya. Memilih Sinuwun baru yang akan mendengarkan aspirasi rakyat. Menunjuk utusan rakyat jika dalam sistem demokrasi.

Jika ditanya sistem bernegara bagi mereka yang selama ini terpinggirkan, mereka akan menjawab “ndak begitu paham”. Tahunya NKRI pakai presiden, tahunya ada DPR dan MPR. Bahkan mereka tak sempat mengajukan fikiran kritis dan memberikan sumbangsih fikirannya bagaimana seharusnya sistem negara ini berlaku.

Begitu juga pemahaman intersubjektif, di luar kewenangan rakyat kecil apakah bangsa Indonesia adalah “budak” Globalisasi, ataukah pemilik dan pelaku utama NKRI. Pun apakah Pemerintah yang baru harus mengerti “habitat globalisasi”, memahami ke mana sejarah Indonesia sedang digiring, apa yang dimaksud pembangunan dan kemajuan, ketahanan pangan dan pemain utama di panggung global. “Absurd“.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *