Di sana rumah kosong. Tampak tidak berpenghuni. Tetangganya membenarkan ID telah meninggalkan rumah tersebut dan rumah dibiarkan kosong.
“Sekitar akhir Januari 2022 itu ada truk ngangkut perkakas rumah tangga, dan sejak itu tidak ada lagi mbak ID dan suaminya di rumah ini, biasanya kan keduanya setiap pagi kelihatan berangkat kerja,” kata tetangga ID
Lebih lanjut, ia mengaku tidak tahu-menahu kenapa pasangan suami istri pemilik rumah itu pergi. Dia membenarkan jika ID tertutup dengan tetangga sekitar.

“Selain itu, rumah ini sempat ada tulisan dijual, namun tulisan itu mungkin jatuh entah ke mana, saya tidak tahu, saat ini tulisan dijual itu tidak tertempel lagi,” terangnya.
Sementara wartawan beritabangsa.com berhasil mengklarifikasi jajaran Direksi Rumah Sakit pelat merah tesebut.
Dalam sesi klarifikasi ini, dihadiri oleh sekaligus 4 jajaran Direksi yakni dr Hendro Soelistijono, MM, MKes, Direktur Utama, drg Arief Setyoargo Wakil Direktur SDM, Artantio Wirjo Utomo, SPsi, Kasi Pengembangan SDM dan Bambang Wismadi, SSi, Apt, Kasie Pelayanan Medis, di ruang lobi Direksi, Selasa (08/02/2022) pagi.
Direktur RSD dr Soebandi, dr Hendro Soelistijono, membenarkan praktik illegal yang dilakukan ID setelah jajaran Direksi melakukan audit dan membuatkan BAP temuan itu.
“Istilahnya tidak diadministrasikan. Memang sejak Desember 2021 kita sudah ada laporan dari kepala instansinya dan akhirnya kita laksanakan audit, nilainya bukan Rp1,2 M ya, namun nilainya ratusan juta rupiah. ID sendiri pun telah mengakuinya dan tertulis di BAP,” ungkap dr Hendro.
Hendro mengaku berhasil melakukan persuasif kepada yang bersangkutan untuk bertanggungjawab mengganti nilai obat-obatan itu setelah menjual rumahnya. Hendro mengaku supaya tidak menambah masalah ID akhirnya dirumahkan alias diskorsing.
“Itulah dikira mungkin sama teman-teman pegawai bahwa yang bersangkutan ini kabur atau buron. Padahal tidak demikian, ini sudah deal dan diketahui orangtuanya juga bahwa ada iktikad dari yang bersangkutan mau bertanggungjawab mengembalikan. Artinya begini, kami di sini kalau bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan uangnya bisa kembali, itu akan kami pilih. Kalau mau diperkarakan melalui APH (Aparat Penegak Hukum), terus dia dipenjara, apa untungnya bagi rumah sakit, tidak ada, malah potensi dia mengembalikan uang kepada rumah sakit jadi lebih kecil, dengan pendekatan kekeluargaan dan diketahui orangtuanya sepakat mengembalikan,” kata dr Hendro.
Meski dengan pendekatan kekeluargaan, Hendro mengaku tetap memberlakukan hukuman secara profesi kepada yang bersangkutan.
Hendro juga menerangkan, iktikad untuk mengembalikan uang obat-obatan tersebut sudah jelas hitam di atas putihnya.
“Kami memang tidak mengumumkan kepada jajaran karyawan kami mengenai masalah ini, kita juga tidak mau mengumbar aib orang. Karena saya yakin, saya juga punya banyak salah, saya tidak mau mengumbar aib orang makanya tidak saya umumkan. Kita dari teman-teman SDM sudah bekerja professional, sudah ada BAP-nya dan sudah kita laporkan ke atasan kita dan kebetulan dia kan bukan PNS, kalau kita laporkan untuk apa, sangat tidak menguntungkan tapi selama dia masih berjanji dan mempunyai iktikad baik, bahkan rumahnya sudah ditawar-tawarkan juga,” terang dr Hendro.