Ekonomi Dan Bisnis

UMK Jatim Resah, Regulasi Produk Halal Dinilai Tak Pro Rakyat Kecil

44
×

UMK Jatim Resah, Regulasi Produk Halal Dinilai Tak Pro Rakyat Kecil

Sebarkan artikel ini
UMK
HCCM Propinsi Jawa Timur saat melakukan sosialisasi dan pendampingan sertifikasi halal kepada pelaku usaha

BERITABANGSA.ID, LUMAJANG – Para pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sektor makanan olahan di Jawa Timur menjelang pemberlakuan sertifikasi halal per 17 Oktober 2026 resah. Regulasi itu dinilai tak memihak rakyat kecil.

Di sisi lain, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dinilai tak berani memberi sanksi pelaku UMK terkait itu.

Mohammad Sholeh, Kepala Perwakilan Pendamping Proses Produk Halal (P3H) Provinsi Jawa Timur, mengatakan terkait produk olahan daging seperti bakso, pentol, keripik usus, hingga daging giling tak bisa masuk skema self declare (SD) padahal jadi tulang punggung usaha mikro.

“Sesuai KMA nomor 944 tahun 2024 dan Kepkaban nomor 22 tahun 2023, maka di Jatim sebanyak 54,6 persen UMKM kuliner akan kesulitan,” tegas Sholeh, Sabtu (14/6/2025).

Undang-undang nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan PP nomor 39 tahun 2021 menyebutkan UMK harus difasilitasi sertifikasi halal namun faktanya dipersulit.

Sholeh mengingatkan audit BPK memperkuat pelarangan produk daging giling masuk SD padahal fakta di lapangan UMK tidak mampu menjangkau jalur reguler karena minim biaya dan akses.

Rina Setiyowati, pendamping P3H HCCM, mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, RPH halal ada, tapi tak maksimal. RPU cuma satu, produk ayam kampung dan bebek.

Sholeh menegaskan program fasilitasi halal selama ini terjebak pada hilir, seperti pelabelan dan kemasan. Padahal, problem utama justru ada di hulu rantai produksi.

“Tanpa RPH halal, jasa penggilingan halal, toko daging dan bahan baku halal yang mudah diakses, mustahil UMK bisa self declare,” ujarnya.

Ia menyerukan agar BPJPH dan kementerian teknis mengkaji ulang KMA nomor 944 tahun 2024. Tak hanya itu, perlu dibuat pengecualian sementara bagi UMK berbasis risiko dan skala usaha, bukan semata bahan baku.

Sholeh meminta para pendamping halal diberi narasi dan pemahaman regulasi yang mengedepankan keadilan, bukan sekadar alat pemaksa pelaku usaha.

“Pendamping bukan hanya penyambung lidah aturan. Mereka juga harus jadi penopang solusi,” tegasnya.

Jika kondisi ini terus berlangsung tanpa solusi inklusif, jutaan UMK bisa terancam sanksi karena tak ada kekuatan anggaran mereka.

BPJH tak mungkin berani menindak pelaku UMK yang tidak bersalah, tapi juga tak berani mengubah regulasi lebih adil dalam penerapan produk halal.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.

>>> Ikuti saluran whatsapp beritabangsa.id
Example 468x60Example 468x60Example 468x60 Example 468x60