Salah satu bentuk konkret adalah alokasi bantuan alat perikanan senilai Rp3,5 miliar, yang ditujukan untuk mendorong modernisasi tambak.
Selain itu, program pelatihan budidaya intensif telah dijalankan untuk meningkatkan kapasitas teknis tidak kurang dari 500 petambak yang tersebar di Blitar, Malang, dan Tulungagung.
Dalam aspek pemasaran, digitalisasi menjadi fokus penting yang terus didorong.
Meski saat ini baru sekitar 30 persen petambak yang memanfaatkan platform daring, peluang pengembangan pasar melalui e-commerce masih terbuka lebar.
Pemerintah juga mendorong kemitraan antara petambak dan pelaku UMKM untuk menciptakan produk olahan berbahan baku ikan air tawar, seperti kerupuk ikan dan abon, yang memiliki nilai tambah tinggi.
Widia Apriliandra menekankan bahwa keberhasilan sektor ini memerlukan kolaborasi yang kuat di antara para pelaku usaha.
Menurutnya, semangat kolektif merupakan kekuatan utama dalam menghadapi berbagai dinamika dan tantangan di lapangan.
Kekuatan kita terletak pada kebersamaan. Dengan saling mendukung, kita bisa menghadapi berbagai tantangan bersama-sama, ujarnya dalam sambutan di acara deklarasi.
Luas lahan tambak air tawar yang mencapai 4.000 hektar di Jawa Timur menjadi aset potensial yang perlu dikelola secara maksimal.
Optimalisasi lahan ini, disertai dengan peningkatan kapasitas pengolahan hasil perikanan, diyakini mampu menciptakan peluang investasi yang berkelanjutan.
Terlebih saat ini, sekitar 70 persen hasil produksi masih dijual dalam bentuk mentah, sehingga pengembangan produk turunan menjadi strategi penting untuk meningkatkan pendapatan petambak.
Deklarasi yang digelar oleh PPAT Jawa Timur ini diharapkan menjadi titik tolak bagi penguatan sektor perikanan air tawar di provinsi ini.
Sinergi antarpemangku kepentingan dan pemanfaatan teknologi secara berkelanjutan akan menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem perikanan yang lebih mandiri, produktif, dan berdaya saing tinggi.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.