Sepertinya, Iran dalam merespon kesepakatan gencatan senjata ini terilhami oleh Perang Siffin, memilih hati-hati dan waspada terhadap niat buruk dan akal licik Zionis. Sehingga, Iran tetap melakukan serangan terhadap Israel. Serangan ini untuk mengukur kesiapan dan kesungguhan Israel untuk mengakhiri perang dan memilih hidup damai.
Perang Israel vs Iran yang berlangsung sejak Jumat, 13 Juni 2025, sekarang memasuki babak deeskalasi pasca kesepakatan gencatan senjata. Sayangnya, Iran masih ingin melanjutkan perang. Negeri ini belum puas menghajar Israel yang menjadi sumber konflik dan instabilitas keamanan di Timur Tengah. Apalagi, sehabis Israel membumi hanguskan Gaza Palestina dan melakukan genosida terhadap penduduknya.
Sebagian penduduk dunia tetap berharap Iran menuntaskan perang dengan Israel, sampai mereka merasakan kehancuran semisal dengan Gaza. Perang yang berlangsung 13 hari ini telah membawa Israel pada kehancuran dan kekalahan total kendati telah dibantu oleh AS. Perang Israel vs Iran tak berlangsung imbang dengan dominasi serangan Iran.
Terus terang, perkembangan perang Israel vs Iran telah membuka mata dunia, Iran merupakan negara kuat secara militer. Negeri Mullah ini telah menjadi kekuatan baru yang terbukti memiliki kekuatan persenjataan yang canggih dan modern walau sejak Revolusi Iran 1979, menjalani sanksi militer dari AS dan negara-negara Barat. Ternyata, mereka mewarisi kejayaan dan kebesaran Imperium Persia yang pernah menguasai dunia.
Memang, Iran sekarang bukan Persia yang menyembah api. Tetapi Republik Islam Iran yang berada di bawah sistem waliyul faqih yang menempatkan ulama Syiah yang mayoritas ahlul Baitur Rasul sebagai supreme leader yang mengontrol politik, militer, ekonomi, budaya dan agama Iran.
Bersamaan dengan kemenangan Iran atas Israel dan AS, Syiesme punya masa depan yang moncer. Publikasi yang luas perihal Iran dengan berbagai seluk beluk kehidupan, mendapat porsi yang besar, baik di media massa maupun media sosial. Dan ini jelas merupakan promosi gratis bagi madzhab Syiah. Sekurang-kurangnya kesalahpahaman akan terkikis drastis. Simpati dan empati pasti akan muncul sebagai aliran modern dalam Islam yang berasal dari faham dan praktek keberagamaan dari keluarga besar Nabi Muhammad SAW.
(*) Penulis adalah Pendiri Eksan Institute
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.