BERITABANGSA.ID, SURABAYA – Penyegelan sejumlah minimarket oleh Wali Kota Surabaya karena pelanggaran aturan parkir mengundang sorotan tajam. Pemerintah berniat tegas terhadap praktik parkir liar yang meresahkan, namun kebijakan ini menimbulkan pertanyaan mengenai proporsionalitas dan keadilan dalam penegakan aturan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Profesor Doktor Rossanto Dwi Handoyo, menilai tindakan ini mencerminkan lemahnya desain tata kelola perparkiran, bukan semata persoalan penegakan hukum.
“Masalahnya ada di parkiran, tetapi yang dihukum justru pemilik minimarket. Ini menjadi tidak proporsional,” jelasnya.
Menurut Rossanto, tindakan represif memang bisa menimbulkan efek jera, tetapi tidak akan menyelesaikan akar persoalan jika tidak diiringi reformasi sistem.
Ia menyebutkan bahwa pendekatan edukatif selama ini cenderung kurang efektif karena tidak diikuti oleh sistem pendukung yang kuat.
Terlebih, minimarket bukan satu-satunya usaha dengan lahan parkir terbuka. Jika tindakan hanya menyasar mereka, maka kesan tebang pilih menjadi tak terelakkan.
Di sinilah muncul potensi ketimpangan, terutama karena tidak semua minimarket tergabung dalam jaringan besar banyak yang berskala kecil dan mandiri.
“Memberlakukan kebijakan seragam tanpa mempertimbangkan skala usaha justru dapat memberatkan pelaku usaha mikro dan menengah,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti akar masalah yang selama ini belum diselesaikan.
“Pemerintah selama ini memungut pajak parkir tanpa sistem yang benar-benar bisa menghitung jumlah kendaraan yang parkir dan nilai transaksinya,” terangnya.
Alih-alih mengandalkan sanksi, Rossanto mengusulkan tiga alternatif solusi.
Pertama, kerja sama dengan penyedia layanan parkir profesional berbasis teknologi agar parkir tetap gratis bagi masyarakat, dan pajak dihitung dari data aktual.
Kedua, sistem retribusi resmi oleh juru parkir yang ditunjuk pemerintah, dengan tarif wajar bagi pengguna.
Ketiga, retribusi dibayar oleh minimarket, bukan masyarakat.
Namun, skema terakhir dinilai kurang ideal karena menambah beban usaha dan berpotensi menaikkan harga barang.
“Dengan pendekatan ini, parkir tetap bisa gratis bagi masyarakat, sementara pihak minimarket hanya perlu bekerja sama dan menyesuaikan sistemnya tanpa terbebani secara sepihak,” ungkapnya.
Rossanto menekankan pentingnya arah kebijakan yang jelas dan adil.
Jika pemerintah ingin menjamin parkir gratis, maka harus ada insentif dan sistem teknis bagi pelaku usaha. Jika ingin menarik penerimaan, maka sistem pelaporannya harus transparan dan sistematis.
“Surabaya adalah kota jasa dan perdagangan. Kebijakan publik seharusnya mendukung iklim usaha, bukan memperumitnya, tindakan cepat memang terlihat responsif, namun solusi yang adil dan efektif hanya bisa lahir dari proses kolaboratif yang melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah,” jelasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id