Opini

Catatan Atas Penolakan Bulog Menyerap Gabah Petani

41
×

Catatan Atas Penolakan Bulog Menyerap Gabah Petani

Sebarkan artikel ini
Gabah
Ilustrasi

Di sisi lain, regulasi itu juga secara implisit mengatur bahwa gabah petani yang kualitasnya bagus dibeli Rp6.500/kg. Di mana keadilan? Bukankah ini tidak mendidik petani.

Walaupun yang terjadi di lapangan gabah yang baik tentu akan diganjar harga baik. Masalahnya, karena celah regulasi, amat terbuka muncul perilaku aji mumpung: memanen padi sebelum waktunya. Atau membasahi gabah dengan air agar timbangannya naik. Gabah bertunas karena basah berhari-hari pun dijual ke BULOG.

Perilaku aji mumpung tidak selalu dilakukan petani. Bisa juga pihak lain yang menjual gabah ke BULOG. Bagi BULOG, betapa rumitnya menangani gabah aneka kualitas itu. Idealnya gabah dikelompokan berdasarkan kualitas.

Masalahnya, kalau volume gabah demikian besar ini tidak mudah. Belum lagi dihadapkan pada keterbatasan, bahkan ketiadaan, pengering (dryer). BULOG memang memiliki sentra penggilingan padi dan pengolahan beras di 17 lokasi. Tapi fasilitas pengeringnya masih kecil.

Di sisi lain, tidak semua penggilingan padi swasta memiliki dryer. Penggilingan padi kecil selama ini mengandalkan lantai jemur untuk mengeringkan gabah. Kalau musim hujan atau mendung tentu sulit menangani gabah basah.

Sebagian dryer milik swasta sudah dimanfaatkan BULOG. Hari-hari ini serapan harian BULOG mencapai 20 ribu hingga 25 ribu ton setara beras. Sepertinya inilah kemampuan dryer yang ada. Memperbesar serapan berpotensi risiko: gabah tidak tertangani baik dan mutunya akan turun.

Sampai sekarang belum ada data jumlah dryer padi berikut kapasitasnya. Kalau dryer terbatas sementara panen melimpah, bagaimana memastikan gabah basah atau di bawah kualitas standar tidak turun mutu dan rusak? Belum lagi bicara bagaimana kualitas beras dari gabah basah atau di bawah kualitas.

Penemuan beras ada kutu saja sudah heboh, apalagi jika nanti terjadi beras turun mutu. Siapa yang bertanggung jawab? BULOG hanya operator. Jika kebijakan salah, apakah operator harus disalahkan?

Sampai 21 Maret 2025 penyerapan BULOG mencapai 473-an ribu ton setara beras. Dari jumlah itu 80% berbentuk gabah. Ini tidak pernah terjadi sejak BULOG berdiri pada 1967. Selama ini penyerapan BULOG 80% berbentuk beras, 20% sisanya berwujud gabah. Itu pun bukan GKP, tapi GKG yang sudah siap giling dan tidak perlu dikeringkan.

Sampai saat ini ada pandangan yang salah di tengah masyarakat yang terus dipelihara bahwa kalau BULOG membeli gabah petani akan untung. Sebaliknya, kalau BULOG membeli beras pedagang/penggilingan yang untung. Alasannya, karena petani tidak menjual atau memiliki beras, tapi gabah. Karena pandangan ini, kebijakan yang dibuat bias ke gabah, seperti di Keputusan Kepala Bapanas No. 14/2025 tersebut.

Padahal, yang sangat penting adalah bagaimana BULOG dapat menyerap dan melakukan pengadaan secara cepat pada saat panen dalam bentuk beras atau gabah. Penyerapan beras akan lebih cepat karena tahapan pengolahannya tidak harus melalui GKP ke GKG dengan kadar air 14%, dan kemudian GKG ke beras.

>>> Ikuti saluran whatsapp beritabangsa.id
Example 468x60Example 468x60Example 468x60 Example 468x60