Senada dengan itu, Yogo Arif Prakoso, guru Bahasa Indonesia di SMAN 3 Jombang, mengingatkan bahwa perjalanan menulis tak berhenti di satu buku. Ia membagikan kiat sederhana namun bermakna, menulis, membaca, dan tak lelah mencoba.
“Menulis itu seperti menanam pohon. Mungkin sekarang kalian baru melihat tunasnya, tapi kalau dirawat terus, suatu hari nanti akan menjadi pohon rindang yang buahnya bisa dinikmati banyak orang. Kuncinya, terus membaca. Dari bacaan, kita belajar menyusun kata dengan lebih kaya dan bertenaga,” ucap Yogo, yang disambut tepuk tangan meriah dari para peserta.
Masih di tempat yang sama, Reryta Zalwa Af Idhata, salah satu penulis buku ini terpantau duduk sambil memeluk erat bukunya. Ada kebanggaan yang terpancar dari raut wajahnya.
“Saya suka menulis sejak SMP, tapi baru benar-benar serius ketika masuk SMA. Awalnya cuma coba-coba, menulis cerpen dan puisi di sela-sela waktu luang. Lalu, bersama teman-teman, saya memberanikan diri menulis buku ini. Prosesnya sekitar tiga hingga lima bulan, penuh tawa, kadang juga rasa buntu. Tapi tak terasa dengan bangga akhirnya buku ini terbit, semua lelah terbayar,” jelasnya.
Lanjut bagi Reryta, menulis merupakan perjalanan untuk menemukan diri. Ia berharap ke depan, tak hanya ia dan teman-temannya yang terus berkarya, tetapi juga ada dukungan lebih untuk produksi dan pemasaran buku-buku karya.
“Menulis itu seperti menyelam ke dalam samudra kata. Semakin dalam kita menyelam, semakin banyak harta karun yang kita temukan. Saya ingin terus menyelam, menemukan lebih banyak hal, dan berbagi lewat tulisan,” ucapnya dengan penuh harap.
Ketika malam semakin larut, acara pun ditutup dengan doa, diiringi sesi foto bersama yang penuh tawa.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.