Dia mengatakan, “demokrasi bukan hanya membutuhkan pemenang yang baik, yang bisa merangkul pihak yang kalah, tapi juga memerlukan pecundang yang baik, yang sportif dan menerima kekalahan dengan legawa.”
Bagi kedua pihak, harus bisa menyadari bersama, bahwa pemenang pun bisa hancur jika tidak bijak merealisasikan kemenangannya. Yang kalah pun demikian, juga akan lebur jika tidak bisa menerima kekalahannya dengan bijaksana.
Maka dari itu, untuk yang menang harus bisa bersikap ”menang tanpa ngasorake”. Lebih-lebih jika sang pemenang bisa bersikap ”the winner takes nothing.” Maka dialah pemenang yang baik.
Syukur kemudian bila sang pemenang bisa bersahabat dengan yang kalah. Dan pihak yang kalah pun tak merasa lebih kerdil dari yang menang.
Di sini sang pemenang tidak lalu harus merasa dirinya lebih unggul. Dan yang kalah pun tidak boleh merasa dirinya sebagai bagian dari sisa-sisa yang terbuang.
Kedua kubu harus bisa bersama-sama merajut yang selama ini terberai. Dengan tujuan mulia dan jiwa kesatria, yakni untuk kemajuan dan kemaslahatan masyarakat Kota Blitar ke depan.
Kalau bisa demikian, maka bisa dipastikan bahwa wawasan keduanya tentang kontestasi politik itu sama, yakni kalah-menang itu hal biasa.
Untuk sang pemenang, selamat datang sebagai pemimpin baru yang konon akan menjadikan Kota Blitar sebagai kota masa depan.
Dan untuk yang kalah, semoga bisa bersikap sebagaimana seorang negarawan sejati. Bukan sebagai politisi yang hanya untuk sebuah ambisi.
(*) Penulia adalah wartawan www.beritabangsa.id
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id