Oleh: Moch Eksan*
Presiden Prabowo Subianto merupakan salah satu presiden yang paling lantang dan telanjang mewacanakan paradoks Indonesia dan solusinya. Wacana tersebut, bukan hanya disampaikan di podium, tetapi juga dalam buku yang ditulisnya.
Siapapun bisa mengakses buku karya Prabowo melalui website http://gerindra.id>buku-prabowo. Termasuk buku yang berjudul “Paradoks Indonesia dan Solusinya” ini.
Di buku tersebut dijelaskan bahwa Indonesia ini negara kaya tapi miskin. Ini disebabkan oleh ketimpangan sosial. Satu persen penduduk Indonesia menguasai kekayaan negara. Dan, 99 persen penduduk justru hidup pas-pasan.
Yang paling parah, kekayaan negara itu lebih banyak dibawa ke luar negeri. Tak kurang dari Rp11 ribu triliun, uang orang Indonesia disimpan di bank asing. Hanya Rp7 ribu triliun saja yang disimpan di bank dalam negeri.
Kondisi di atas menjadi alasan Prabowo terus-menerus menawarkan diri menjadi presiden sampai terpilih dan dilantik menjadi presiden ke-8. Sebab, ia melihat problem bangsa ini tetap tak pernah berubah ke arah yang lebih baik.
Padahal, Presiden sudah datang silih berganti. Semua menawarkan Indonesia lebih baik. Mereka berjanji mengelola sumber daya alam demi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.
Sampai sekarang ini, alih-alih kesejahteraan rakyat meningkat, justru kelas menengah sebagai benteng ekonomi ambruk. Akibat Pandemi Covid-19, mereka yang tak jarang jatuh miskin.
Kelas menengah yang turun kelas sebanyak 10 juta pada 2019-2024. Ditambah dengan program pengentasan kemiskinan yang kurang efektif menurunkan angka kemiskinan, tak terkecuali juga kemiskinan ekstrim.
Memang, belanja kesejahteraan rakyat meningkat dalam dokumen Anggaran dan Belanja Negara (APBN). Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyatakan terdapat Rp493,5 triliun anggaran perlindungan sosial pada anggaran negara yang tebus Rp3.304.1 triliun.