Mulanya pemerintah kolonial mulai membangun pabrik garam Krampon di Sampang pada medio 1903. Meski sebelumnya telah dibangun pabrik garam Kalianget di Sumenep pada 1899 sebagai pabrik percontohan dan yang paling besar. Kedua pabrik itu menjadi sektor andalan meraup keuntungan yang tak sedikit. Bahkan beberapa catatan, pemerintah kolonial mengantongi 10 miliar Gulden dari rentang tahun 1916 sampai tahun 1936.
Monopoli Penguasa
Sejak mencuatnya komoditas garam, pemerintah kolonial menerapkan sistem sewa kepada rakyat yang hendak mengelola garam. Ribuan hektar ladang garam menjadi aset milik pemerintah. Petani hanya boleh memungut hasilnya saja. Pun dengan produksi garam di Madura diurusi oleh Departemen Pendidikan, Urusan Agama, dan Industri Kerajinan (Departement van Onderwijs, Eeredients en Nijverheid). Sementara pengawasannya di lapangan dilakukan oleh Dinas Garam atau Zoutregie.

Pemerintah Hindia Belanda juga mendirikan 167 gudang garam di seluruh Madura. Hal ini untuk mendukung operasional produksi dan penyimpanan garam. Dengan Sumenep memiliki setidaknya 85 gudang lantaran produksinya yang lebih unggul dari kota lainnya.
Distribusi garam ke luar Pulau Madura dilakukan pabrik-pabrik garam dengan menggunakan armada laut yang bernama OJZ (Oost-Java Zeetransport). Selain angkutan resmi, ada juga pihak swasta yang menyediakan jasa yang sama, yaitu KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) dan MSM (Madoera-Stoomtram Maatschappij). Selain armada laut, nantinya juga disediakan kereta api yang membentang di sepanjang pulau dari Sumenep hingga Bangkalan.
(*) Penulis adalah wartawan beritabangsa.id dan pemerhati sosbud
- Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id