Anehnya, sesuai dokumen adanya peralihan dari gogol gilir menjadi milik developer (SHGB) tercium kejanggalan. Sebab, lahan gogol gilir itu peralihan menjadi gogol tetap pada 2018 silam.
Sedangkan, peralihan administrasi Urangagung dari desa menjadi kelurahan itu pada 2009 silam.
Sejak 2009 itu Urangagung berubah menjadi kelurahan, sehingga jabatan kepala desa berganti dijabat lurah dari PNS dan aset desa masuk jadi aset Pemkab Sidoarjo.
Kejanggalan lain, munculnya beberapa dokumen soal peralihan lahan gogol gilir menuju gogol tetap di antaranya Lurah Urangagung mengeluarkan peraturan kelurahan (Perkel) nomor : 7 tahun 2016 tentang penetapan sawah gogol gilir menjadi gogol tetap.
Perkel itu menjelaskan luas objek kurang lebih 80.964 m2 dan melampirkan 78 petani gogol gilir yang ditetapkan haknya menjadi gogol tetap, dari jumlah seluruhnya 106 orang.
Bagi 8 petani itu termasuk dalam 78 petani gogol gilir yang berubah status lahan menjadi gogol tetap melalui panitia PPL di 2017.
Ironisnya, dalam pembebasan itu ada nama Tirto Adi, mewakili petani gogol pada 2011 silam.
Tirto itu menjabat Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo, membubuhkan tanda tangan basah.
Terbaru, dari 8 petani gogol gilir Kelurahan Urangagung, Kecamatan Sidoarjo Kota itu akhirnya ada 5 petani yang mau diberi kompensasi oleh pihak developer.
Sisanya hingga saat ini enggan mendapat kompensasi.
Kejagung dan KPK Harus Supervisi
Rahmad Hadi Wiyono, salah satu petani gogol gilir Kelurahan Urangagung, Kecamatan Sidoarjo Kota meminta agar Kejari Sidoarjo serius menangani kasus ini. “Kami minta serius, ini agar kami ada kepastian hukum,” ucapnya.
Ia berharap, kasus dugaan mega korupsi itu juga mendapat atensi dari Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga KPK. “Kami harap agar disupervisi dari atas agar tidak main-main,” pungkasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id