Oleh: Achmad Fuad Afdlol (*)
DUNIA politik Indonesia kembali diguncang dengan berita mengejutkan mundurnya Airlangga Hartarto dari posisinya sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Tak lama berselang, pengusaha Jusuf Hamka juga mengikuti jejak yang sama, mengundurkan diri dari peran politiknya.
Langkah ini memicu spekulasi di kalangan pengamat politik bahwa ada pergerakan besar yang sedang berlangsung di balik layar, yang mungkin melibatkan aktor-aktor kunci dari berbagai klan politik bersejarah di Indonesia.
Beberapa pengamat mencermati bahwa mundurnya Airlangga dan Jusuf Hamka tidak bisa dilepaskan dari dinamika internal Partai Golkar, yang dikenal sebagai “klan kuning” dan memiliki sejarah panjang terkait dengan kepemimpinan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.
Ada dugaan bahwa “Pinokio” – julukan yang mengemuka dalam beberapa waktu terakhir – sedang melakukan manuver untuk mengacaukan struktur tradisional politik yang didominasi oleh klan-klan besar seperti klan Soeharto (Golkar) dan klan Sukarno (PDI-P).
Spekulasi semakin berkembang bahwa langkah-langkah ini mungkin merupakan bagian dari skenario yang lebih besar untuk mengembalikan Prabowo Subianto, yang dahulu merupakan bagian dari Golkar, ke dalam pangkuan partai berlambang pohon beringin tersebut.
Jika ini benar, maka ada upaya serius untuk membersihkan citra Golkar dari bayang-bayang masa lalu yang lekat dengan Soeharto, sekaligus mempersiapkan partai untuk era politik baru yang lebih modern dan terlepas dari warisan Orde Baru.
“Politik itu tentang citra dan kekuasaan,” mengutip pernyataan pengamat politik di Jatim.
“Golkar mungkin sedang berusaha memposisikan ulang dirinya dalam lanskap politik nasional, berupaya untuk membebaskan diri dari cap Soeharto dan bergerak ke arah yang lebih segar dan relevan dengan kebutuhan zaman.”
Langkah mundurnya Airlangga dan Jusuf Hamka ini pun dapat dilihat sebagai upaya Golkar untuk melakukan “pembersihan” internal, guna memperbaiki citra partai dan menyiapkan strategi baru untuk menghadapi tantangan politik di masa depan.
Apakah ini juga merupakan bagian dari rencana untuk memperkuat posisi Prabowo di Golkar, atau sekadar dinamika internal partai, masih menjadi tanda tanya besar.
Yang jelas, dengan perubahan ini, peta kekuatan politik di Indonesia berpotensi mengalami pergeseran signifikan, terutama menjelang Pemilu 2024.
Apakah klan politik lainnya akan terpengaruh oleh pergeseran ini? Atau akankah ada klan baru yang muncul ke permukaan? Semua itu masih menjadi misteri yang patut untuk terus dicermati.
(*) Penulis adalah praktisi media
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya tanggung jawab penulis dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi beritabangsa.id
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id