Oleh : Fikri Mahbub *
BERITABANGSA.ID, SABTU Pahing, 12 April 1912, awan terang Yogyakarta menyambut gembira kelahiran bayi laki-laki dari pasangan Gusti Pangeran Haryo Puruboyo dan Raden Ajeng Kustilah. Bayi itu diberi nama Dorojatun, yang kemudian digelari Raden Mas Dorojatun yang bagi Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dianggap akan meneruskan tahkta Raja Yogjakarta.
Sejak belia Dorojatun bersama saudaranya sudah dipasrahkan tinggal bersama keluarga Belanda yaitu keluarga Mulder, seorang Kepala Sekolah NHJJS (Neutrale Hollands Javanesche Jongen School).
Sultan HB VIII berpesan kepada keluarga Mulder supaya tidak mengistimewakan Dorodjatun dan dididik supaya hidup mandiri. Anggota keluarga Mulder pun menerimanya dengan senang hati. Dorodjatun punya panggilan kesayangan, yakni Henkie.
Layaknya anak-anak dari pembesar negeri, Dorojatun mendapatkan haknya mengenyam pendidikan yang layak hingga dirinya menempuh pendidikan di Belanda. Sebuah keistimewaan yang tak semua orang bisa mendapatkannya. Namanya pernah terdaftar menjadi mahasiswa Universitas Leiden yang sebelumnya menyandang nama Rijksuniversiteit Leiden.
Namun tak berselang lama ia bergembira berada di negeri Belanda, sang ayah kemudian memanggilnya untuk pulang. Dorojatun menerima telegram dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII pada September 1939. Dorojatun tidak menyangka akan dihubungi sang ayah. Terlebih surat itu juga memuat permintaan mengejutkan ayahnya untuk sesegera mungkin kembali ke tanah air.
Tak sedikit waktu yang dibutuhkan Dorojatun untuk sampai di Batavia. Sepanjang 11.385 km ditempuh. Dia baru menginjakkan kaki di pelabuhan Tanjung Priok pada bulan berikutnya, tepatnya pada Oktober 1939. Transportasi masa itu hanya memungkinkan dilalui dengan kapal laut.
Sesampai di Batavia, Dorojatun langsung disambut oleh adik- adiknya, serta para kerabat. Kemudian mereka membawanya ke Hotel des Indes, tempat Sri Sultan menginap. Dalam suasana haru Dorojatun akhirnya bertemu sang ayah setelah sekian lama berpisah.