Dalam konteks inilah, Toto mengingatkan kepada para politisi, khususnya yang ingin bertarung di kontestasi politik, baik Pilkada maupun Pilpres, harus punya kesadaran untuk mengawinkan science dan politik praktis.
Sehingga, para kandidat tidak bergerak hanya mengandalkan feeling, apalagi, hanya masukan dari tim yang mungkin sekadar menyenangkan.
“Saat ini tak ada cara yang bisa kita jadikan panduan kerja-kerja politik praktis kecuali survei. Lewat survei itulah, kita bisa tahu apa yang dinginkan pemilih. Jangan mengikuti mau nya kita, tapi harus maunya pemilih. Dan untuk itu, hanya survei yang bisa menjawab. Termasuk, mengetahui kekuatan dan kelemahan lawan,” tandasnya.
Toto menegaskan, suka atau tidak, saat ini hanya survei satu-satunya ‘kitab agung prilaku pemilih yang tersedia sebagai produk ilmu pengetahuan yang bisa dipakai untuk memandu kerja-kerja politik yang terukur.
“Bukan saja memandu strategi, tapi juga memandu berapa besar amunisi yang diperlukan untuk menang,” tandasnya.
Dalam kalimat yang lebih simpel, lanjut Toto, untuk menang sudah ada hukum besinya. Tinggal, bagaimana para kandidat yang akan bertarung itu mau mengikuti hukum-hukum besinya, salah satunya, mengetahui tingkat pengenalan dan kesukaan.
“Kandidat yang pengenalannya berbanding lurus dengan kesukaan, artinya orang yang kenal rata-rata suka, biasanya masuk kategori kandidat yang moncer untuk menang. Prabowo masuk dalam kategori ini. Nah, untuk tahu itu, hanya survei yang memandu,” tegasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id