Selain menerima materi, para Kades juga berkesempatan untuk bertanya soal pembangunan dan pengelolaan dana desa yang belum mereka pahami lebih detail.
“Banyak Kades Curhat ke saya kalau tidak ada Bimtek. Sehingga mereka ragu dalam menentukan kebijakan dan lain-lain. Mereka jadi ketakutan,” ungkap Tari.
Yang lebih membuat Tari terkejut, ada juga beberapa Kades yang bercerita soal adanya teror dari oknum LSM, wartawan, bahkan APH, yang membuat mereka resah dan semakin ketakutan dalam mengelola anggaran dana desa dalam setiap program.
“Maka kami menghadirkan narasumber pakar hukum pidana, Profesor Arief. Karena beliau memang mensosialisasikan KUHP se-Jawa Timur ini. KUHP terbaru tahun 2023. Kemudian kami hadirkan pakar dari FISIP tentang pengelolaan dana desa,” bebernya.
Tari beranggapan, Bimtek semacam ini seharusnya dilakukan secara intens oleh pemerintah kabupaten kepada stakeholder, utamanya Kades setempat yang rawan sekali terseret korupsi.
“Bimtek memang sudah diselenggarakan tapi tidak maksimal. Kan ada Kades yang belum ikut Bimtek. Kami saja yang di DPRD provinsi itu bisa setahun 2 kali, rutin. Masak sih Kades itu hanya setahun sekali, bahkan ada yang beberapa tahun tidak ikut Bimtek,” ungkap Tari.
Baginya, workshop kali ini hanya merupakan pengingat saja bagi semua pihak, termasuk DPRD provinsi Jatim, akademisi hingga OPD terkait, agar tidak membiarkan Kades berjalan sendiri mengelola dana desa tanpa adanya pendampingan maupun pembekalan berupa pengetahuan.
“Mereka juga perlu dibimbing, perlu diingatkan. Ini loh masalah buat mereka semua. Intinya itu (diadakan Bimtek pencegahan tindak pidana korupsi dana desa – red). Dan saya harap kepada inspektorat tadi, kepala desa itu sebelum salah ya dibimbinglah. Mereka perlu pembinaan,” pungkas Tari.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id
