Terkini

HKHKI Jatim Minta Perpu Cipta Kerja Dikaji Ulang Karena Dinilai Cacat

62
×

HKHKI Jatim Minta Perpu Cipta Kerja Dikaji Ulang Karena Dinilai Cacat

Sebarkan artikel ini
PERPU Cipta Kerja
Ketua DPC HKHKI Jawa Timur, Hufron, SH., MH.

BERITABANGSA.COM-SURABAYA– Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Cipta Kerja yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo mendapat sorotan banyak pihak. Termasuk dari Himpunan Konsultan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (HKHKI ) Jawa Timur.

HKHKI meminta Perpu Cipta Kerja dikaji ulang karena tidak memenuhi syarat, dinilai cacat, dan tidak sesuai amanat Mahkamah Konstitusi (MK).

Scroll untuk melihat berita

Ketua DPC HKHKI Jawa Timur Hufron menyebutkan, Perpu Cipta Kerja tidak memenuhi syarat seperti situasi negara dalam keadaan genting.

Apalagi Perpu harus diajukan melalui sidang DPR RI, untuk kemudian disetujui. Jika ditolak dianggap tidak pernah ada.

“Jadi menurut saya, apakah betul dalil dikeluarkannya Perpu tentang kepentingan memaksa itu terpenuhi atau tidak. Ini memunculkan perdebatan. Seperti kondisi ekonomi global, geopolitik global perang Rusia – Ukraina, ancamaan resesi inflasi yang begitu besar sehingga perlu diantisipasi dengan Perpu ini,” ungkap Hufron.

Dalam KTT G20 Presiden Jokowi mengatakan fundamental ekonomi Indonesia cukup bagus. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Namun kenapa tiba-tiba Presiden mengatakan Indonesia seolah-olah dalam situasi genting. Ini harus diuji genting tidaknya secara obyektif oleh DPR RI,” imbuhnya.

Selain itu, ternyata pengertian kegetintingan yang memaksa itu juga diberi parameter oleh MK dalam putusan nomor 138, genting ada kebutuhan mendesak, ada Undang- undang tapi tidak memadai sehingga ada kekosongan hukum, dan ketiga ini butuh waktu yang cepat.

Hufron menjelaskan, selain proses terbitnya Perpu Cipta Kerja ini tidak memenuhi syarat dan dinilai cacat, substansinya juga harus dikaji.

Hal ini karena tidak ada perubahan yang signifikan di dalam pasal-pasalnya, Tak hanya itu, kata Hufron, Perpu ini secara substansi tidak hanya membuat kelompok pekerja dan pengusaha juga keberatan/di antaranya seperti soal outsourcing.

“Ada contoh soal keberatan dari pekerja, seperti soal outsorcing. Pekerja menginginkan kalau outsourcing dibatasi hanya bidang tertentu, tidak termasuk bidang pokok, hanya boleh bidang penunjang seperti seperti sebelumnya, seperti security, kebersihan, jasa transportasi, kemudian pertambangan itu dibatasi. Pekerja ingin tidak semua bidang itu dioutsorcing,” papar Guru Besar di Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya ini.

“Di sisi lain ternyata pengusaha juga keberatan, kalau ternyata formulasi penentuan upah minimum itu bedasarkan pada pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Ini yang dinilai para pengusuha tidak jelas lagi,” ujarnya.

“Nah, kira-kira ada sembilan materi yang itu menurut saya antara pekerja dan pengusaha yang dinilai masih belum clear. Bagi mereka yang merasa dirugikan bisa mengajukan yudisial review, ke MK, dengan harapan bahwa MK mengabulkan gugatannya,” tandas Hufron.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *