BERITABANGSA.ID, KAB MALANG – Sebuah gebrakan besar yang digagas Presiden Prabowo Subianto melalui Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih mendapat sambutan luar biasa. Alih-alih sekadar wadah ekonomi biasa, Kopdes Merah Putih didaulat menjadi garda terdepan dalam “perang” melawan praktik melawan makelar yang selama ini disinyalir menikmati keuntungan signifikan dari perekonomian di tingkat desa.
Sekretaris Kementerian Koperasi (Sesmenkop) Ahmad Zabadi dalam kunjungannya di Kecamatan Tajinan Kabupaten mengungkapkan fakta yang cukup mencengangkan pada Sabtu (19/4/2025).
Bahwa tak kurang dari Rp300 triliun nilai ekonomi di desa, selama ini justru dinikmati oleh para broker yang mengakibatkan masyarakat desa harus membeli kebutuhan pokok dengan harga yang jauh lebih mahal dari seharusnya.
“Disinyalir bahwa di desa, berdasarkan kajian yang dilakukan Kementerian Pertanian dan juga dirilis dari pihak Istana serta dari Kementerian Sekretariat Negara disebutkan rata-rata di masyarakat desa ini, di kondisi ekonomi ada sekitar 300 triliun yang kue ekonominya ini dinikmati oleh golongan broker atau makelar,” ungkap SesKemenkop Ahmad Zabadi.
Sehingga menurut Zabadi, masyarakat desa harus membeli kebutuhan pokoknya dengan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan yang seharusnya bisa didapatkan dari harga yang disalurkan dari harga pabrikasi.
Kopdes Merah Putih yang akan diluncurkan salah satu fokus utamanya adalah memutus rantai distribusi yang panjang untuk menekan harga kebutuhan pokok di tingkat desa.
“Bapak Presiden tidak ingin ini kemudian jadi memberatkan masyarakat desa dalam menjalani memenuhi kebutuhan hidupnya yang dipotong nanti,” ujarnya.
Langkah konkretnya adalah dengan mendirikan toko sembako yang dikelola oleh Kopdes Merah Putih, yang akan disuplai langsung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan seperti Bulog dimana kebutuhan masyarakat desa bisa langsung dari pabrik yang harganya jauh lebih murah,
Presiden Prabowo mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi di mana masyarakat desa, yang notabene merupakan mayoritas penduduk Indonesia (46%), justru dirugikan oleh tingginya harga kebutuhan pokok akibat rantai distribusi yang berbelit.
“Sehingga 300 triliun tadi yang dinikmati oleh banyak makelar, middlemen, dan brokernya ini tentu bisa dihilangkan dan masyarakat desa bisa membeli tingkat yang lebih murah,” jelasnya.