BERITABANGSA.ID, JOMBANG – Sabtu (23/11/2024) pagi bertempat di sebuah rumah sederhana yang dikelilingi pepohonan rimbun, Ratno Hadi Siswanto, salah satu deklarator Partai Gerindra Jombang mengawali percakapan dengan sorot mata teduh namun penuh makna. Seolah hendak menggambarkan betapa berat beban yang harus ia pikul sebagai pendiri partai berlambang Garuda yang kini terpecah pandangan di tengah hiruk-pikuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jombang.
“Di tahun 2009, saya ikut mendirikan Gerindra di Jombang. Tapi sekarang, rasanya seperti melihat anak yang tumbuh tanpa arahan,” tuturnya.
Ratno, bersama sejumlah kader dan pendiri Gerindra lainnya, kemudian mengambil keputusan besar. Mereka mengalihkan dukungan dari pasangan calon (Paslon) nomor urut 02, Warsubi-Salman (WarSa), ke paslon nomor urut 01, Mundjidah-Sumrambah (MuRah). Keputusan ini diambil bukan tanpa alasan. Menurutnya ada gelombang kekecewaan yang mereka rasakan terhadap kepemimpinan internal partai.
“Banyak kader yang merasa tidak dimanusiakan. Kita hanya dipakai saat dibutuhkan, lalu diabaikan begitu saja,” ujarnya dengan nada getir.
Kekecewaan yang Mengakar
Kekecewaan para kader Gerindra bukan tanpa sebab. Ratno menuturkan bahwa selama masa kampanye, struktur partai dari tingkat ranting hingga Dewan Pimpinan Cabang (DPC) nyaris tidak dilibatkan.
Ia mencontohkan sebuah kejadian di mana salah satu mantan ketua partai di Jombang bahkan tidak diberi tahu adanya kegiatan kampanye WarSa yang diadakan tepat di dekat rumahnya.
“Seolah-olah kami ini tak lagi berarti. Itu menyakitkan, terutama bagi mereka yang dulu berjuang mendirikan partai ini,” katanya.
Kekecewaan ini semakin diperparah oleh dominasi keluarga dalam kepengurusan partai di Jombang.
Ratno mengungkapkan bahwa calon bupati Warsubi dan ketua Gerindra Jombang berasal dari lingkaran keluarga yang sama, menciptakan kesan bahwa partai hanya menjadi alat kepentingan pribadi.
“Banyak teman-teman yang merasa partai ini bukan lagi milik bersama. Akhirnya, mereka mencari pemimpin yang lebih berintegritas, yaitu Bu Mundjidah dan Mas Rambah,” tambahnya.
Pilihan Berdasar Rekam Jejak
Bukan hanya kekecewaan terhadap internal partai yang menjadi alasan peralihan dukungan ini.
Sugiono, Wakil Ketua DPC Gerindra Jombang sekaligus seorang purnawirawan TNI, menilai bahwa pemilihan pemimpin daerah seharusnya didasarkan pada rekam jejak dan kapabilitas.
Ia menyebut paslon Mundjidah-Sumrambah sebagai sosok yang sudah terbukti membawa kemajuan selama periode sebelumnya, meskipun sempat terganjal pandemi Covid-19.
“Kita ingin ada keberlanjutan program. Pada periode pertama, pembangunan belum maksimal karena pandemi. Kalau dipimpin lagi oleh Bu Mundjidah dan Mas Rambah, saya yakin Jombang bisa lebih maju,” ujar Sugiono dengan penuh harap.
Sebaliknya, Sugiono mengkritik paslon Warsubi-Salman yang disebutnya memiliki reputasi kurang baik, termasuk isu skandal pribadi yang menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat. Menurutnya, hal ini berpotensi mencoreng citra kepemimpinan Jombang.
“Ini bukan soal loyalitas terhadap partai. Ini tentang memilih pemimpin yang benar-benar amanah,” tegasnya.
Harapan untuk Masa Depan
Dalam setiap kata yang terucap, Ratno dan Sugiono menyiratkan harapan besar bagi Kabupaten Jombang. Mereka ingin pilkada kali ini tidak hanya menjadi ajang perebutan kekuasaan, tetapi juga momentum untuk menghadirkan pemimpin yang mampu membawa perubahan nyata. Dukungan mereka kepada Mundjidah-Sumrambah adalah wujud dari keyakinan tersebut.
“Kami ingin Jombang dipimpin oleh orang yang punya hati, yang mampu menghargai perjuangan rakyat dan kader-kadernya,” kata Ratno dengan nada penuh keyakinan.
Di tengah dinamika politik yang kerap menyisakan cerita getir, keputusan para kader dan pendiri Gerindra ini menjadi cerminan bahwa politik sejatinya adalah tentang hati. Tentang keberanian untuk memilih yang terbaik demi masa depan yang lebih cerah, bukan hanya untuk partai, tetapi juga untuk seluruh masyarakat.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id