BERITABANGSA.ID, JEMBER – Yang muda yang meneliti yang berprestasi ! Ungkapan ini cocok disematkan kepada sosok Doktor Mochamad Asrofi, dosen dan peneliti dari program studi teknik mesin fakultas teknik (FT) Universitas Jember (Unej).
Betapa tidak, di usianya yang baru memasuki 31 tahun namanya sudah masuk dalam daftar dua persen ilmuwan berpengaruh di dunia versi Stanford University bersama Elsevier BV. berturut-turut selama dua tahun 2023-2024.
Nama Asrofi, begitu sapaan akrabnya, ada dalam daftar tersebut bersama peneliti senior UNEJ, Prof Drs Bambang Kuswandi, dari Fakultas Farmasi.
Ternyata di balik usia mudanya, ada catatan panjang penelitian mengenai material komposit berbahan organik atau biokomposit serta nanofiber, yang mayoritas dikerjakannya semenjak berkarir di Unej 2019.
Asrofi kini sudah memiliki 50 karya ilmiah yang dia publikasikan di berbagai jurnal ilmiah bereputasi, khususnya di luar negeri. Baik berupa artikel ilmiah, buku maupun karya ilmiah lain.
Sebenarnya jika dirunut, jejak penelitian ini dimulainya kala masih menempuh studi doktoral di Universitas Andalas Padang.
Asrofi yang lulusan Program Studi Teknik Mesin FT Unej ini pada 2015 mengikuti program pendidikan magister menuju doktor untuk sarjana unggul (PMDSU).
Program yang saat itu dikembangkan oleh Dirjen sumberdaya IPTEK Dikti, Ali Ghufron Mukti.
PMDSU memberi kesempatan bagi lulusan sarjana untuk meraih gelar magister sekaligus doktor dalam jangka 4 tahun saja.
Tentu saja program ini diperuntukkan bagi mereka yang memiliki rekam jejak akademik ciamik. Dan hebatnya, Asrofi menyelesaikan program PMDSU dalam waktu 3,3 tahun saja.
“Awalnya tertarik meneliti mengenai material komposit berbahan organik atau biokomposit dari arahan dosen pembimbing doktoral saya. Ditambah sedang gencar gerakan kembali ke alam. Apalagi saya pikir penelitian mengenai biokomposit cocok dengan visi dan misi UNEJ yang selalu beririsan dengan pengembangan pertanian dan perkebunan industrial,” jelas Asrofi, yang sudah menyandang gelar doktor di usia 25 tahun.
Penelitian biokomposit yang kini dikerjakannya adalah pemanfaatan serat ampas tebu guna dibuat bahan plastik atau kemasan yang ramah lingkungan.
Menurutnya, Jember dan wilayah Tapal Kuda yang banyak memiliki perkebunan tebu dan pabrik gula pasti menghasilkan limbah ampas tebu, yang jika tidak dikelola dengan baik maka hanya jadi sampah.
Tidak hanya ampas tebu, tanaman seperti eceng gondok, sisa jerami atau tanaman lain yang mengandung selulose hingga kulit kerang pun bisa menjadi bahan biokomposit.
“Kendalanya memang masih belum banyak perusahaan di Indonesia yang mau berinvestasi membuat plastik ramah lingkungan atau kemasan berbahan biokomposit. Sebab proses pengolahannya membutuhkan investasi yang besar. Kedua, pasarnya memang belum menjanjikan, ditambah masyarakat kita masih memilih plastik biasa yang tak ramah lingkungan karena harganya lebih murah. Kalau pun ada perusahaan yang memproduksi plastik ramah lingkungan atau produk kemasan berbahan biokomposit, maka produknya biasanya untuk pasar ekspor,” ujarnya.
Seperti kata pepatah, proses tak akan mengkhianati hasil, ketekunan pasti berbuah manis. Kini Asrofi menikmati buah kerja keras penelitiannya. Hasil-hasil penelitiannya telah dirujuk oleh 2.599 peneliti dari seluruh dunia. Bahkan sudah ada perusahaan dalam dan luar negeri yang memintanya menjadi konsultan pengembangan kemasan ramah lingkungan.
“Alhamdulillah, kini biaya untuk publikasi internasional tak lagi jadi masalah buat saya. Sebab ada saja donatur yang memberikan biaya penelitian, tawaran meneliti bersama pun berdatangan jejaring dengan peneliti dunia otomatis terbangun. Bahkan beberapa kali jurnal ilmiah internasional yang malah menawari saya untuk menulis,” ungkap Asrofi.
>>> Baca berita lainnya di google news beritabangsa.id