Pendidikan

Kuliah Pakar di Unusa Bahas Strategi Ilmiah Tangani ABK

5
×

Kuliah Pakar di Unusa Bahas Strategi Ilmiah Tangani ABK

Sebarkan artikel ini
ABK

BERITABANGSA.ID, SURABAYA – Persoalan anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia masih seperti fenomena gunung es. Banyak kasus tersembunyi dan belum tertangani secara sistematis, baik di lingkungan pendidikan maupun dalam kehidupan sosial.

Hal ini mengemuka dalam Kuliah Pakar bertema pendidikan inklusif yang digelar Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Rabu (9/72025), menghadirkan pakar pendidikan anak disabilitas dari Jepang, Ukai Saito.

Dalam forum tersebut, sejumlah peserta menyuarakan keresahan mereka akan keterbatasan pemahaman masyarakat dan tenaga pendidik dalam mendampingi ABK.

Saito, yang mewakili Tasuc Corporation Jepang, menegaskan bahwa isu ini tidak bisa disikapi secara biasa, melainkan harus melalui pendekatan ilmiah dan sistematik.

“Di Jepang, banyak orang tua dari ABK yang mengalami keputusasaan ekstrem, bahkan sampai pada titik bunuh diri, karena khawatir tidak ada yang mampu merawat anak mereka setelah mereka tiada. Ini adalah peringatan bahwa penanganan terhadap ABK harus menjadi prioritas negara,” ujar Saito melalui penerjemah.

Sebagai solusi, Saito memperkenalkan metode Japanese Seven Key Points(J*sKeps), yakni sebuah modul pendidikan yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi guru dan tenaga profesional dalam menangani ABK.

Metode ini telah diadopsi di sejumlah negara karena pendekatannya yang komprehensif dan aplikatif.

Tujuh poin utama dalam J*sKeps mencakup proses asesmen individual, pelibatan aktif orang tua, penyesuaian lingkungan belajar, strategi komunikasi efektif, serta cara mengevaluasi perkembangan anak secara berkelanjutan.

Metode ini dilengkapi dengan perangkat media pembelajaran yang inovatif.

Tidak sekadar menyampaikan teori, Saito juga memandu para peserta untuk mempraktikkan metode secara langsung.

Di antaranya adalah bagaimana mengatasi anak yang tantrum, melatih kontak mata, dan membangun kemampuan kognitif serta motorik secara bertahap.

Salah satu koreksi menarik yang disampaikan Saito adalah cara menuntun anak ABK.

Umumnya orang dewasa menggenggam pergelangan tangan anak, padahal itu mencerminkan dominasi.

Yang benar, menurutnya, adalah mengulurkan tangan dan membiarkan anak yang menggenggam jari kita terlebih dahulu.

“Dengan begitu, anaklah yang memegang kendali,” jelasnya.

Sesi praktik dilanjutkan dengan demonstrasi sederhana namun sarat makna edukatif, seperti cara memegang pensil dan gunting dengan benar, hingga teknik mewarnai menggunakan krayon berbahan dasar beras yang ramah anak.

Pada latihan mewarnai, Saito mengajarkan agar anak mulai dari bidang yang paling besar menuju bidang terkecil. Tujuannya adalah melatih motorik halus secara bertahap, dari yang mudah ke yang lebih kompleks.

“Bukan keterampilan seni yang menjadi inti, melainkan latihan motorik, konsentrasi, dan koordinasi tangan-mata yang menjadi fokus pengembangan anak berkebutuhan khusus,” tambahnya.

Kuliah Pakar ini menjadi momentum penting bagi para pendidik dan pemangku kebijakan di Indonesia untuk meninjau kembali pendekatan mereka terhadap ABK.

Diperlukan sistem dukungan yang terstruktur, terstandar, dan berkelanjutan, mulai dari kebijakan publik hingga praktik pembelajaran di ruang kelas.

Dengan paparan Saito, Unusa berperan sebagai jembatan dalam pertukaran ilmu dan praktik terbaik penanganan ABK secara global.

Diharapkan, kolaborasi internasional ini mampu mempercepat kemajuan Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah terhadap anak berkebutuhan khusus.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id

>>> Ikuti saluran whatsapp beritabangsa.id
Example 468x60Example 468x60Example 468x60 Example 468x60