“Kami mencoba menawarkan platform terdesentralisasi yang transparan dan terjangkau. Blockchain menjadi medium untuk menyederhanakan pencatatan transaksi dan meningkatkan kepercayaan terhadap sistem pembiayaan syariah,” papar Naufal.
Sementara itu, tim SBP yang diketuai oleh Dwi Wahyulia Putri membawa ide bisnis sosial berbasis lingkungan bernama “Groverra.” Inovasi ini berfokus pada pengelolaan limbah pertanian menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
“Kami ingin mengatasi dua masalah sekaligus: limbah pertanian yang tidak termanfaatkan dan kebutuhan masyarakat akan produk ramah lingkungan. “Groverra” menjadi solusi bisnis syariah yang berdampak,” jelas Dwi.
Namun, di balik keberhasilan ini, tantangan tidak sedikit dihadapi. Emalia Sintawati, anggota tim SBP, mengaku waktu persiapan yang sempit menjadi kendala utama.
“Kegiatan lomba bertepatan dengan UAS. Kami harus membagi waktu antara ujian dan persiapan proposal, presentasi, hingga simulasi,” katanya.
Kesuksesan tersebut juga tak lepas dari peran aktif KSEI AcSES FEB Unair yang menjadi fasilitator utama pengembangan kapasitas mahasiswa.
Dukungan diberikan dalam bentuk mentoring intensif, bimbingan teknis, dan review naskah secara berkala.
“Kami mendapat masukan mendalam dari para senior dan mentor AcSES, baik secara substansi maupun strategi presentasi. Itu sangat mempengaruhi hasil akhir,” ujar Cynthia, anggota tim LKTI.
Dengan capaian ini, FEB Unair kembali mempertegas eksistensinya sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang tidak hanya berfokus pada akademik, tetapi juga pada pembentukan daya saing mahasiswa di level regional dan nasional.
Ajang Temilreg 2025 menjadi bukti bahwa mahasiswa Unair mampu menjadi motor inovasi dalam menjawab tantangan di bidang ekonomi syariah, dengan pendekatan ilmiah yang solutif dan berpijak pada nilai keberlanjutan.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.
