Film ini juga dirancang sebagai ruang pembelajaran karakter, di mana para siswa tidak hanya belajar soal seni peran, tetapi juga memahami pentingnya nilai-nilai kehidupan dalam setiap adegan yang dibawakan.
ARTV School, melalui film ini, berharap dapat membentuk generasi muda yang tidak hanya piawai dalam seni, tetapi juga memiliki pemahaman etika dan tanggung jawab sosial.
Dalam sesi wawancara, Yati Surachman menyampaikan apresiasi atas inisiatif ARTV School.
Ia melihat kehadiran sekolah ini sebagai peluang emas bagi anak-anak yang memiliki bakat untuk mengasah kemampuannya secara terarah.
Ia juga menyoroti perbedaan mencolok antara proses menjadi artis pada masanya dan saat ini.
“Zaman dulu, untuk bisa tampil di layar lebar, perjuangannya sangat panjang dan berat. Harus punya ketahanan mental dan disiplin tinggi. Berbeda dengan sekarang, di mana teknologi bisa mempermudah siapa pun menjadi populer,” ungkapnya.
Namun kemudahan ini, menurut Yati, juga memunculkan tantangan baru berupa maraknya penipuan yang mengatasnamakan industri perfilman.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memilih jalur yang tepat dan lembaga yang terpercaya, seperti ARTV School, yang telah menunjukkan integritas dalam mendidik generasi muda secara menyeluruh.
Lebih dari sekadar proyek film, Nenek Gen Zi membawa misi edukatif yang dalam.
Di tengah tantangan modernitas dan gesekan nilai antargenerasi, film ini menjadi medium yang mengangkat pentingnya kebersamaan, komunikasi, dan pelestarian moral keluarga.
ARTV School ingin membuktikan bahwa film bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntunan bagi masyarakat, khususnya generasi muda, dalam menghadapi kompleksitas kehidupan masa kini.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id
