BERITABANGSA.ID, SURABAYA – Polemik hukum yang membelit Apartemen Bale Hinggil (ABH) di Surabaya semakin memanas. Kuasa hukum warga, Agung Pamardi, mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Kamis, (22/5/2025), guna melaporkan dugaan pelanggaran serius oleh pengembang.
Langkah hukum itu merupakan bagian dari upaya panjang warga dalam menuntut keadilan, setelah sejumlah jalur administratif dan mediasi politik tidak membuahkan hasil.
Agung menyatakan pelaporan juga telah diajukan ke sejumlah lembaga negara tingkat pusat, termasuk Komisi III DPR RI, Komnas HAM, KPK, Bareskrim Polri, Kejaksaan Agung, dan Kejaksaan Tinggi.
“Ini bukan sekadar perkara sengketa properti. Listrik dan air sebagai kebutuhan dasar telah diputus sepihak sejak 8 April, padahal warga telah membayar tagihan mereka. Ini bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang nyata,” tegas Agung.
Menurutnya, warga sudah menunaikan kewajiban dengan membayar lunas unit apartemen yang mereka tempati, namun hak-hak dasar dan kepastian hukum tidak kunjung mereka peroleh.
Selain pemutusan layanan utilitas dasar, pengelola juga diduga melakukan pelanggaran pajak dengan tidak menyetorkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai sekitar Rp7 miliar ke kas negara.
Agung juga mengungkapkan adanya indikasi tindak pidana lainnya, seperti dugaan penggelapan sertifikat induk bernilai ratusan miliar rupiah serta pelanggaran atas kewajiban pengembang dalam memenuhi Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Tidak hanya itu, terdapat dugaan keterlibatan oknum dari Pemerintah Kota Surabaya maupun anggota DPRD setempat dalam praktik gratifikasi yang memperparah persoalan.
Sebelumnya, persoalan ini sempat ditangani melalui jalur mediasi oleh Komisi C DPRD Kota Surabaya. Bahkan Wali Kota dan Wakil Wali Kota telah melakukan inspeksi langsung ke lokasi pada Desember 2024 dan Februari 2025.
Namun demikian, menurut Agung, tidak ada tindak lanjut berarti dari hasil mediasi tersebut. Keputusan yang dihasilkan dalam rapat-rapat resmi pun diabaikan oleh pengembang dan pengelola.
“Kami datang bukan sekadar membawa aduan, tetapi juga membawa dokumen dan bukti hukum yang kami siapkan agar tidak ada celah hukum yang bisa digunakan oleh pengembang nakal untuk menghindar dari tanggung jawab,” ujarnya.
Agung menegaskan bahwa perjuangan hukum ini dilakukan bukan hanya demi memperoleh hak atas Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS), tetapi juga demi memastikan tidak ada warga lain yang mengalami ketidakadilan serupa di masa mendatang.
“Kami akan kawal proses ini hingga tuntas. Jika pengembang tidak punya niat baik untuk menuntaskan hak-hak warga, maka jalur hukum adalah satu-satunya jalan, termasuk opsi pemidanaan,” kata Agung.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut pelanggaran terhadap hak-hak dasar warga negara yang telah memenuhi kewajiban secara hukum.
Agung menyebut, langkah yang kini ditempuh warga merupakan cerminan perjuangan masyarakat sipil dalam menuntut kepastian hukum, transparansi tata kelola, dan perlindungan negara terhadap warga dari praktik bisnis yang merugikan.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id