BERITABANGSA.ID, SURABAYA – Tiga mahasiswa Universitas Airlangga berinisiatif membantu anak-anak penderita kanker mendapatkan akses pendidikan yang lebih layak melalui media yang tidak biasa yaitu seni lukis digital.
Mereka membentuk komunitas bernama Colourise, yang menawarkan terapi seni berbasis storytelling untuk anak-anak di Yayasan Peduli Kanker Anak Indonesia (YPKAI) Surabaya.
Colourise digagas oleh Muhimatul Khoiriyah bersama dua rekannya, Anisa Nanda Shafira dan Haikal Wiranata. Ketiganya berasal dari Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UNAIR.
“Anak-anak di YPKAI banyak yang harus putus sekolah karena kondisi kesehatannya. Untuk menjaga suasana hati, orang tua sering membebaskan anak menggunakan gawai tanpa batas,” kata Hima, sapaan akrab Muhimatul Khoiriyah.
Namun, kebiasaan ini menimbulkan masalah baru. Anak-anak menjadi terlalu bergantung pada gawai, yang akhirnya berdampak pada aspek kognitif dan sosial mereka.
Melihat kondisi tersebut, Hima dan tim Colourise mencoba menawarkan solusi melalui terapi seni lukis berbasis aplikasi.
“Aplikasi Colourise berisi fitur storytelling yang terintegrasi dengan aktivitas melukis. Anak-anak diajak memahami cerita, lalu mengekspresikan emosi mereka melalui lukisan,” jelas Hima.
Menurutnya, metode ini tidak hanya menghibur, tetapi juga membantu anak-anak belajar sesuai dengan Kurikulum Merdeka untuk jenjang SD dan SMP.
Hasil karya mereka bahkan dipasarkan melalui platform e-commerce sebagai bentuk apresiasi dan motivasi ekonomi.
“Anak-anak jadi merasa bangga saat lukisannya dihargai. Kami ingin mereka tahu bahwa mereka punya potensi,” ungkap Hima.
Perjalanan mendirikan Colourise tidak selalu mudah. Pendanaan menjadi tantangan besar yang harus mereka hadapi sejak awal.
Untuk menyiasatinya, mereka aktif mengikuti berbagai kompetisi proyek sosial seperti PFMuda dan Innovillage.
“Awalnya kami hampir putus asa karena dana sangat terbatas. Tapi semangat kami tumbuh lagi saat melihat antusiasme anak-anak, terutama satu anak perempuan yang usianya baru tiga tahun,” kenang Hima.
Anak tersebut, lanjut Hima, sangat bersemangat mengikuti kegiatan melukis meskipun saat itu fasilitas yang mereka miliki belum memadai.
Ia bahkan membeli alat lukis sendiri agar bisa melukis setiap hari. Namun, tak lama setelah itu, anak tersebut meninggal dunia.
“Itu jadi momen yang sangat membekas bagi kami. Kami merasa harus terus berjuang agar bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anak lain,” ucap Hima dengan suara pelan.
Kini, Colourise telah berkolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari YPKAI Surabaya, PT Telkom Indonesia melalui program CSR Innovillage, hingga BSO SKI FIB UNAIR dan komunitas lainnya.
Harapannya, Colourise dapat menjangkau lebih banyak anak penderita kanker di berbagai daerah.
“Kami ingin mewujudkan ruang edukasi yang inklusif, ramah anak, dan memberi harapan baru. Tidak hanya untuk belajar, tapi juga untuk bermimpi,” tutup Hima.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id.