Terkini

Perjalanan Ekstrem ke Mekkah: Antara Ibadah dan Protes Sosial

9
×

Perjalanan Ekstrem ke Mekkah: Antara Ibadah dan Protes Sosial

Sebarkan artikel ini
Mekkah
Dekan sekaligus Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si.

BERITABANGSA.ID, SURABAYA – Perjalanan ke Tanah Suci adalah impian bagi banyak umat Muslim. Namun, tingginya biaya dan keterbatasan kuota membuat sebagian orang mencari jalur alternatif, seperti berjalan kaki, bersepeda ontel, atau bahkan menggunakan perahu untuk mencapai Mekkah.

Fenomena ini memunculkan berbagai pandangan, apakah ini murni sebagai bentuk ketulusan ibadah atau justru simbol ketimpangan sosial yang semakin tajam?

Dekan sekaligus Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Profesor Doktor Bagong Suyanto, menyoroti kenapa fenomena ini berkembang di era media sosial.

Beberapa individu yang menempuh perjalanan ekstrem ini turut menyiarkan perjalanan mereka secara langsung di berbagai platform digital.

“Sebagai perjalanan spiritual, tentu yang penting adalah niat di hati. Kita tidak memiliki hak untuk menilai niat seseorang, karena itu hal yang sangat personal. Namun, ketika perjalanan ini ditampilkan di media sosial untuk mencari perhatian atau ‘like’, ada risiko entropi makna. Ibadah haji bukanlah sesuatu yang perlu dipamerkan,” ujar Prof. Bagong.

Ada kekhawatiran bahwa fenomena ini bisa berubah menjadi komodifikasi ibadah, di mana aspek ritual tersingkir oleh aspek tontonan.

Beberapa pejalan ekstrem mendapatkan dukungan materi dari masyarakat yang bersimpati, termasuk makanan, tempat beristirahat, hingga uang saku.

Situasi ini memunculkan dua sudut pandang: apakah ini bukti solidaritas sosial yang masih kuat atau justru praktik ibadah yang berbasis pada ketergantungan sosial?

“Wajar jika ada yang khawatir perjalanan ini dimanfaatkan untuk tujuan lain. Jangan sampai yang terjadi justru komodifikasi perjalanan haji,” tambah Bagong.

Dari perspektif sosiologi, fenomena ini juga dapat dilihat sebagai bentuk resistensi sosial terhadap modernisasi ibadah haji yang semakin eksklusif.

Biaya haji yang terus meningkat serta kuota reguler yang terbatas membuat banyak umat Muslim dari kelas ekonomi menengah ke bawah tidak memiliki akses yang sama.

“Mungkin saja ini adalah bentuk protes terhadap ketimpangan akses ibadah haji. Namun, dengan memanfaatkan media sosial untuk menunjukkan hal itu, justru bisa menurunkan pandangan masyarakat terhadap niat baik mereka,” ujarnya.

Selain itu, fenomena ini juga mencerminkan ketimpangan ekonomi dalam akses beribadah. Jika biaya haji terus meningkat tanpa solusi inklusif, bukan tidak mungkin lebih banyak orang yang memilih jalur ekstrem sebagai ekspresi ketidakpuasan terhadap sistem yang dinilai tidak berpihak pada mereka.

Fenomena perjalanan ekstrem ke Mekkah bukan sekadar perjalanan spiritual, tetapi juga menyoroti persoalan sosial dan ekonomi yang lebih luas.

Apakah ini murni ibadah atau bentuk protes sosial, yang jelas fenomena ini mencerminkan bahwa akses menuju Tanah Suci masih menjadi tantangan bagi sebagian besar masyarakat.

>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id

>>> Ikuti saluran whatsapp beritabangsa.id
Example 468x60Example 468x60Example 468x60 Example 468x60