BERITABANGSA.ID, LUMAJANG – Tindakan sekolah menahan ijazah siswa karena masalah administrasi, seperti yang dialami Fanny Mukaromah, di SMA PGRI Lumajang, merupakan langkah mundur meraih cita-cita pendidikan nasional.
Fanny, lulusan SMK PGRI Lumajang 2022, hingga saat ini belum bisa menerima ijazah karena belum mampu melunasi biaya administrasi sekolah. Butuh uluran tangan semua pihak.
Anggota DPRD Kabupaten Lumajang, Gatot Sarworubedo, terkait di atas, berlawanan dengan prinsip dasar dari Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), yang menekankan pendidikan harus dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
“Menahan ijazah seorang siswa karena masalah ekonomi justru menghambat potensi mereka dan bisa memperburuk ketimpangan sosial,” ujarnya.
Sebelumnya, Samsui, ayah Fanny, mengadu kepadanya. Dia mengaku sudah berjuang keras menyelesaikan pendidikan, namun terhalang biaya. Ijazah anaknya, seharusnya sudah diberikan karena kewajiban akademik telah selesai.
Politisi Gerindra ini, mengatakan menahan ijazah ini dengan niat untuk memastikan pembayaran biaya pendidikan, justru berpotensi menggagalkan tujuan program pendidikan 12 tahun.
Akibat tindakan itu, hak siswa untuk mendapatkan akses pekerjaan, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, atau mengakses layanan lain jadi terhambat.
Kata alumni SMAN 01 Lumajang ini, kebijakan seperti itu berisiko memunculkan diskriminasi terhadap keluarga kurang mampu dan membuat banyak anak Indonesia gagal mengembangkan potensi diri.
“Hal ini berpotensi merusak cita-cita besar pendidikan nasional yang seharusnya mengedepankan kesetaraan dan kesempatan yang sama untuk semua,” paparnya lagi.
LSM Lumajang Bergerak Satu Indonesia (LBSI), pun bergerak. Mereka kini berupaya untuk membantu keluarga Fanny agar ijazahnya dapat segera diambil.
“Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara, dan segala bentuk penghalang, termasuk menahan ijazah karena masalah biaya, harus dihindari,” ujar Ketua LBSI Lumajang, Slamet Efendi, Kamis (20/2/2025).
Slamet merasa senang, info dari pihak SMK PGRI Lumajang, ijasah Fanny sudah diberikan setelah ada cap jari.
“Bukan ijasah asli yang diberikan, hanya foto copy berlegalisir. Karena masih punya tanggungan Rp1,5 juta untuk seragam. Yang jelas kondisi ekonomi orangtuanya minim sebagai tukang servis sepeda onthel,” ucap Slamet.
Pihak Kepala SMK PGRI Lumajang, Yudi, membantah pihaknya menahan ijasah. Hal itu terjadi karena belum ada cap jari siswa, dan pihak sekolah belum bisa menyerahkannya.
“Di sini itu, ada 50 persen lebih siswa siswi yang tidak mampu, namun sudah kami selesaikan semua, karena wali muridnya sudah menghadap ke sekolah. Dan untuk ijasah Fanny seperti sudah diserahkan,” pungkas Yudi.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id