Avicenna mengatakan pada jika pada awalnya melihat potensi kentang di Poncokusumo sangat luar biasa mengingat ada 300 hektare lebih yang dikelola satu desa yang dikelola Poktan Bromo dan Poktan Semeru.
“Melihat luas begitu dengan musim tanam mereka hampir sepanjang tahun, 2-3 kali tanam itu kentang dan pada awal mereka itu dapat 10-8 ton per hektare, Begitu kita intervensi dengan benih yang bagus, antara 35-40 sampai 50 ton mereka bisa capai itu, luar biasa,” bebernya.
Lebih lanjut, Avicenna menerangkan inisiasi pembuatan Screen house modern berawal dari sekelompok petani milenial yang mengikuti program Youth Enterpreneur and Employment Support Services (YESS) untuk menciptakan wirausaha milenial yang tangguh dan berkualitas dari kementerian Pertanian dan mendapatkan hibah kompetitif kurang lebih Rp140 juta yang digunakan untuk budidaya.

“Karena mereka (Petani YESS) butuh kemandirian benih, dan bagaimana caranya mendapatkan benih, dari sinilah tercetus ide membuat Screen house modern sendiri, di Malang ada dua, satu di Jarak Ijo dan satunya di Turen,” terang Avi.
Sementara itu, Joko Utomo, Ketua Poktan Bromo mengungkapkan kegembiraannya setelah mendapatkan bantuan dari Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang karena sebelumnya para petani kentang di desa Jarak Ijo masih menggunakan bibit lokal.
“Dengan teknologi ini, kami bisa memantau kebutuhan tanaman seperti air dan pupuk secara akurat, hasilnya produksi kentang kami meningkat drastis dari 7-8 ton per hektar menjadi 15-20 ton per hektare,” pungkas Joko.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id