Shahnaz menjelaskan bahwa kesuksesan generasi mendatang tidak hanya bergantung pada explicit knowledge (pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan formal).
Tacit knowledge, yaitu kemampuan praktis yang diperoleh dari pengalaman hidup, menjadi kunci dalam mengatasi masalah, berinovasi, dan mengambil keputusan cerdas.
“Tacit knowledge membantu anak memahami konteks dari apa yang mereka pelajari, sehingga mereka mampu mengaplikasikan ilmu dalam situasi nyata,” tambahnya.
Shahnaz juga menyoroti pentingnya mengembangkan keseimbangan fungsi otak:
1. Otak kiri untuk logika dan analisis.
2. Otak kanan untuk kreativitas dan empati.
3. Otak tengah untuk naluri dan intuisi.

“Mengajarkan anak untuk berakhlak baik membutuhkan pendekatan holistik yang mengasah otak kiri, otak kanan, serta naluri mereka,” jelasnya.
Melalui acara ini, Shahnaz mengajak orang tua dan guru untuk bersinergi dalam membentuk generasi yang tidak hanya berprestasi tetapi juga berakhlak mulia.
“Tujuan utama pendidikan bukan hanya mencetak anak yang cerdas secara akademis tetapi juga memiliki karakter kuat dan kepribadian yang luhur,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa mendidik anak harus dimulai dari introspeksi diri sebagai orang tua.
“Ketika anak menghadapi masalah, yang pertama kali harus dievaluasi adalah orang tuanya. Anak belajar lebih banyak dari perilaku yang mereka lihat di rumah,” tegasnya.
Melalui tema “Sinergi Bijak, Mendidik Gen Z Berakhlak dan Berprestasi”, acara ini diharapkan mampu memberikan inspirasi dan solusi bagi tantangan parenting di era modern.
Shahnaz menutup sambutannya dengan ajakan kepada seluruh peserta untuk meditasi dengan maksud introspeksi diri dan juga untuk terus belajar dan berusaha menjadi teladan yang baik bagi anak-anak.
“Tidak ada rahasia untuk mencapai kesuksesan, pola pikir berkembang adalah hasil dari disiplin, persiapan kerja keras dan belajar dari kegagalan,” tutup Shahnaz.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id