Dengan adanya Perda Rippda nantinya, ia yakin penataan dan pengembangan kepariwisataan di Kota Batu akan maksimal.
Selama belum memiliki Perda Rippda, penataan dan pengembangan kepariwisataan berkiblat pada Perda Kota Batu nomor 1 tahun 2013 tentang penyelenggaraan kepariwisataan.
Penyusunan Rippda/Ripparkota juga merupakan amanat UU nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan.
Dalam pasal 30 huruf A berbunyi, bahwa Pemda berwenang untuk menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Sebagai pedoman, maka Rippda/Ripparkota harus menekankan pada perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian pembangunan kepariwisataan. Dimana harus selaras dengan visi misi kebijakan strategis daerah.
Kota Batu memiliki kebutuhan dan karakteristik yang tidak bisa disamaratakan dengan daerah lainnya. Maka dari itu dokumen perencanaan dilandaskan pada kondisi riil daerah. Menggali karakteristik dan potensi yang ada agar tak mereduksi nilai-nilai kultural yang tumbuh di dalamnya. Untuk itu kajian perencanaan harus dikerjakan secara seksama dan holistik.
“Serta pada tahap perencanaan harus melibatkan beragam kalangan, khususnya pelaku pariwisata. Sebagai induk pedoman maka harus memayungi semua elemen. Jangan main-main dalam mengerjakan perencanaan Rippda,” tegas Cak Nur.
Ada 4 yang harus ditampung dalam penyusunan Rippda. Keempatnya meliputi destinasi pariwisata, industri pariwisata, pemasaran pariwisata dan kelembagaan pariwisata.
Tiap aspek itu dibagi lagi dalam sub aspek. Seperti destinasi pariwisata meliputi penentuan destinasi wisata kota, kawasan strategis pariwisata kota, daya tarik pariwisata kota, dampak lingkungan, partisipasi masyarakat, pusat pelayanan primer dan sekunder. Aspek industri pariwisata mencakup kredibilitas, kualitas, standarisasi.
Berikutnya, pemasaran pariwisata meliputi proyeksi wisatawan dan demografis pengunjung. Lalu aspek kelembagaan yang terdiri dari organisasi kepariwisataan baik privat maupun publik. Keempat aspek yang dijabarkan dalam tiap-tiap komponen itu harus diikuti pula dengan langkah strategis untuk merealisasikannya.
Ia menyampaikan, penyusunan Rippda juga harus melihat kondisi geografis Kota Batu yang merupakan bagian dari kawasan Malang Raya. Pengembangan pariwisata di Kota Batu tak bisa parsial. Sehingga perlu pemikiran holistik integratif yang mempertimbangkan arah pembangunan daerah penunjang lainnya, seperti Kabupaten dan Kota Malang.
“Kepariwisataan itu tanpa batas. Kota Batu tidak bisa berjalan sendiri tanpa memerhatikan pertumbuhan di daerah yang berbatasan langsung. Termasuk juga di dalamnya ada wilayah hutan yang dikelola Perhutani,” tandasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id