Rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW) adalah garda terdepan dalam struktur hubungan sosial.
“Mereka pasti tahu keseharian warganya, termasuk pekerjaan dan aktivitas di ladang, mengingat mayoritas penduduk Argosari jadi petani di sekitar TNBTS,” terang Indra.
Dengan kondisi geografis yang sulit diakses, para petani sangat menguasai medan. Secara logika tak tidak mungkin tidak ada warga yang pernah mendengar soal ladang ganja.
“Pertanyaan inilah yang kini mengemuka: mosok iya gak weruh seh?” ujar Indra lagi.
Sebenarnya, kata Indra, masyarakat sangat memahami seluk-beluk daerahnya, sehingga informasi sekecil apapun di desa pasti tahu.
Bahkan anggota DPRD dari Dapil Argosari ini, juga patut mengetahui aktivitas warga di desa setempat.
Berbekal Fakta Lapangan
Berdasarkan keterangan masyarakat dan perangkat desa, kasus ini bukanlah temuan begitu saja. Namun, sebenarnya sebagai hasil pencarian panjang berbagai pihak yang mencium aktivitas mencurigakan.
“Penggunaan kata penemuan kurang tepat, soalnya ada upaya konsisten guna mengungkap kebenaran ini,” ungkap Indra.
Kata Indra, di kawasan TNBTS memiliki aturan sangat ketat. Larangan mengambil tanaman, membawa sajam, dan obat-obatan terlarang diterapkan ketat.
“Ketika kasus terungkap, artinya pengawasan di TNBTS ada celah. Lalu dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Siapa yang Harus Sorot?
Kritik tajam sering diarahkan kepada aparat penegak hukum (APH) dalam kasus seperti ini.
Namun, dalam kasus di Desa Argosari, ini mulai dari warga, perangkat desa, dan pegawai lapangan TNBTS seharusnya harus disorot.
Tanpa keterlibatan aktif dari semua pihak, kasus-kasus seperti ini akan terus terjadi.
“Makanya, selain APH, masyarakat, pemerintah desa, dan TNBTS juga harus ikut dimintai pertanggungjawaban. Hanya dengan sinergi, praktik ilegal di kawasan konservasi ini akan terungkap. Ini semua jadi pembuka otak kita, berpikir logis, ini tanggung jawab banyak pihak. Semua pihak bisa terlibat,” pungkasnya.