Namun, ia mengungkapkan bahwa dosen dan peserta lain sangat menerima dan mendukung kehadirannya.
“Semua berjalan biasa dan semakin menarik ketika beberapa dosen dengan ramah dan candaan memberikan kesempatan yang sama untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran,” kata Suster yang tinggal Kompleks Sekolah Santra Clara, Ngagel Madya, Surabaya.
Ia menyebutkan bahwa materi yang diberikan para dosen dapat diterima dengan baik dan menambah wawasan, meskipun ia merupakan peserta dengan usia yang lebih tua dibandingkan yang lain.
Sementara itu, Teori Manao menghadapi tantangan seperti gangguan sinyal dan keterbatasan fasilitas di sekolahnya.
Ia harus mengontrak tempat tinggal di pulau lain dengan jaringan internet yang lebih baik untuk mengikuti perkuliahan secara online.
Meskipun mengalami kesulitan, teori merasa beruntung karena PPG membantunya mengatasi permasalahan dalam proses belajar mengajar.
“Sebelum ini kelas monoton, hanya pembelajaran tradisional, membaca dan mencatat, terasa membosankan bagi saya apalagi mungkin yang dirasakan murid-murid. Kini kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan,” kata Teori Manoa, kelahiran Nias Selatan, 10 Juli 1977.
Baik Sr. Elisabeth maupun Teori Manao sepakat bahwa kesempatan mengikuti PPG harus dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Sr. Elisabeth menekankan pentingnya terus belajar dan berinovasi untuk membangun karakter siswa dan mencintai profesi guru.
Sedangkan Teori Manao bertekad untuk menyebarluaskan pengetahuan yang didapat dari PPG kepada rekan-rekannya di sekolah.
Keduanya merasa beruntung dan mendapatkan pengalaman yang berharga dari PPG di Unusa, yang tidak hanya meningkatkan keterampilan mengajar mereka, tetapi juga memperkuat komitmen mereka terhadap profesi pendidikan.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id
