Menurutnya imbauan kepala dinas ini bisa dimaknai adalah sesuatu hal yang harus diikuti oleh masyarakat, namun takutnya adalah ketika ada hal-hal yang ini dalam tanda kutip mengancam anaknya jika tidak ikut nantinya tidak mendapatkan perhatian dari pengajar yang ada di sekolah itu.
“Akhirnya orang tua memaksakan diri untuk mengikuti imbauan daripada nantinya ketakutan kalau anaknya tidak memperoleh perhatian dari pengajar ini terjadi, bahasa gaulnya di-cing atau diincar,” jelasnya.
“Seyogya-nya kepala dinas pendidikan dalam merancang kurikulum merdeka ini memperhatikan aspek-aspek tentang skala ekonomi keluarga dari orang tua siswa ini jangan sampai ini menjadi tekanan, yang terpenting di situ,” imbuh Sudarno.
Sudarno berpendapat sebenarnya banyak opsi dan solusinya bijak yang bisa digunakan mengenai media yang dipakai dinas pendidikan tanpa harus membebani dengan mengeluarkan pembiayaan dari orang tua siswa.
“Ini tergantung bagaimana kreativitas guru meng-create media pembelajaran yang gratis dan bisa diakses oleh peserta didik dengan baik di media sosial YouTube misalnya kita bisa mencari bahan edukasi, film-film edukasi untuk itu apabila pihak sekolah tidak mampu untuk menciptakan itu kita ambil yang instan,” tegasnya.
Sudarno berharap untuk ke depan media pembelajaran edukasi ini bisa dibuat dan diproduksi oleh guru-guru yang ada di sekolah, sehingga di satu sisi guru ini memiliki wawasan yang kuat untuk menciptakan media pembelajaran, di sisi yang lain orang tua dan siswa tidak terbebani.
“Jadi Rp25 ribu itu kan mending dialokasikan untuk kebutuhan keluarga, untuk melengkapi kebutuhan penunjang pendidikan, apakah itu membeli buku dan perlengkapan sekolah kan bisa dialihkan ke sana,” pungkasnya.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id
