Dyah menegaskan, seluruh layanan akademik di LLDIKTI VII Jatim tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis. Sehingga dirinya mengimbau kepada insan akademis agar tak keliru dalam menangkap informasi yang berseliweran. Dia ingin masyarakat melakukan kroscek sebelum menjadi korban Pungli.
Di sisi lain, Dyah menekankan bahwa praktik Pungli merupakan bentuk korupsi yang patut diberantas. Terlebih, menyusup di dunia pendidikan. Karena itu, Dyah berharap masyarakat ikut berpartisipasi dan pro aktif melaporkan jika mendapati praktik Pungli di LLDIKTI VII Jatim.
“Kami berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan, transparansi, dan akuntabilitas. Semua ini dilakukan untuk membumikan semangat anti korupsi. Oleh sebab itu, kami berharap masyarakat ikut membantu melawan praktik-praktik yang dapat mencederai nilai luhur akademik. Adukan kepada kami melalui lapor.go.id jika mendapati praktik Pungli,” pungkasnya.
Seperti diketahui, fenomena profesor abal-abal atau jabatan Gubes yang diraih dengan cara-cara curang menjadi bola panas yang terus menggelinding.
Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbudristek hingga sekarang masih melakukan upaya pengungkapan adanya dugaan penyimpangan dalam proses pengajuan jabatan tertinggi di dunia pendidikan itu.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, agar bisa mulus dalam meraih jabatan Gubes, para calon profesor perlu merogoh kocek Rp200-300 juta.
Uang tersebut diserahkan ke jaringan sindikat Gubes abal-abal yang melibatkan asesor, oknum LLDIKTI VII Jatim, dan oknum di kementerian.
Nominal tersebut belum termasuk pemenuhan syarat khusus yakni, sebuah karya ilmiah atau jurnal internasional bereputasi. Untuk satu jurnal dibanderol Rp60 sampai 75 juta di luar Rp200 juta tersebut.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id