“Kami akan terus mengawal keluhan guru non NIP ini, bahkan kami akan berkonsultasi ke BPK, termasuk Mendagri, karena di DPKAD belum ada juklak dan juknisnya. Kita sampaikan juga nanti ke Mendagri terkait aturan-aturan yang tidak bisa dijalankan di tingkat kabupaten yang akan membahayakan terhadap OPD,” ujarnya.
Dari pantauan awak media, ada ratusan perwakilan guru non NIP se Kabupaten Lumajang lakukan audensi ke DPRD kabupaten Lumajang, minta penghapusan honor non NIP dibatalkan dan meminta payung hukum pada pemerintah agar bisa penerimaan honor guru non NIP bisa dicairkan.
Sebenarnya kalau kemauan baik dari pemerintah tentu masih ada beberapa kesempatan peluang dengan bahasa hukum yang memayungi pada guru non NIP ini.
Sebab pemberian honor non NIP sudah berjalan selama dua dekade atau 10 tahun, berawal sejak 2000.
“Namun katanya ada temuan BPK, karena penyalurannya melalui rekening sekolah atas rekomendasi BPK juga kemudian penyalurannya langsung kepada masing-masing guru dengan nomor rekening mereka masing-masing dengan besaran Rp500 ribu, pada belakangan ini turun menjadi Rp250 ribu, itupun kami masih Legowo,” terang perwakilan guru non NIP SMP swasta, Iqbal.
Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolahan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabupaten Lumajang, Sunyoto akan melakukan koordinasi dan konsultasi pada inspektorat dan BPK terkait hal ini.
“Kami harus komukasi dulu dengan BPK, ini nanti kita berkoordinasi dengan inspektorat menyampaikan surat konsultasi harapan saya ada perwalikan dari para guru mungkin juga bisa di dampingi temen-temen Komisi D supaya nanti secara obyektif,” ujarnya.
Bukan pemerintah itu tidak memikirkan nasib para guru, cuma kata Sunyoto, pihaknya masih berupaya bagaimana formula yang tepat, yang jelas hibah tidak boleh, bahkan dari Bansos juga tidak boleh.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id