Dijelaskannya, dekolonisasi ilmu akan membuka jalan bagi pendekatan theosentris, di mana kehadiran manusia di bumi dilihat sebagai bagian dari sebuah harmoni yang lebih besar, bukan sebagai penguasa yang eksploratif.
“Kita perlu mengembangkan generasi yang tidak hanya memiliki pengetahuan teknis, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual dan empati terhadap alam dan makhluk hidup lainnya.”
Reformasi ini, menurutnya, bukan hanya tentang mengubah kurikulum pendidikan, tetapi juga tentang mengubah paradigma masyarakat secara lebih luas.
“Pendidikan harus menjadi pendorong utama perubahan sosial dan ekologis. Kita perlu mengajarkan anak-anak kita untuk menjadi agen perubahan yang mampu mempertahankan keberlanjutan planet ini dan membangun masyarakat yang adil dan harmonis.”
Terkait kampus bebas sampah plastik, Rektor Unusa, Prof Dr. Ir. Achmad Jazidie, mengungkapkan, sesuai tagline NU abad ke- 2, merawat jagad membangun peradaban.

Oleh karena itu, pihaknya bertekad untuk menjadikan Unusa bebas sampah plastik.
“Kita akan sediakan galon air untuk semua civitas dan nantinya kita akan mengimbau untuk membawa tumbler, sehingga minuman botol di Universitas tidak ada lagi,” jelasnya saat dikonfirmasi beritabangsa.id.
Selain itu pihaknya juga akan membuat konsep “kantin kejujuran”, dalam arti, setiap yang mau isi air minum, bisa mengambil di galon yang sudah disediakan dan akan disediakan kotak untuk pembayaran tanpa ada unsur paksaan.
Dengan upaya ini, Jazidie berharap, sampah plastik di universitas semakin berkurang.