Saat itu pula, hakim bertanya, apakah hal tersebut ada dasarnya atau tidak.
“Oleh Rizal dijawab tegas bahwa hal itu diatur dalam AD/ART. Namun saat Rizal diminta hakim menyebutkan bunyi dari AD/ART itu, dia menjawab tidak hafal,” kata Hamid.
Peda penyampaian kesaksiannya, ungkap Hamid, saksi Rizal sempat mendapat teguran. Sebab, hakim menganggap keterangan Rizal seolah-olah sebagai saksi ahli dalam persidangan.
“Saat persidangan Rijal sempat diingatkan oleh salah satu hakim agar tidak bertindak layaknya sebagai saksi ahli karena kapasitasnya saat ini adalah sebagai saksi. Hakim mengingatkan Rizal agar tidak menyimpulkan jawaban sendiri serta jangan sok tahu. Padahal saat ditanya dasarnya juga tidak tahu serta tidak hafal AD/ART,” ucapnya.
Atas kesaksian Rizal itu, Hamid menganggap keterangannya di pengadilan membuktikan adanya rekayasa dalam Konfercab PCNU Jombang.
“Nampak sekali dari awal ada skenario akan menafikan suara ranting saat konferensi PCNU. Terbukti dijadikannya ranting hanya sebagai peserta peninjau bukan peserta utusan,” tandasnya.
“Karena Perkum nomor 9 tahun 2022 tentang Permusyawaratan Bab IX pasal 39 ayat 3 tentang Konferensi Cabang menjelaskan bahwa setiap MWCNU dan / atau PRNU yang dinyatakan sah mempunyai 1 hak suara,” sambungnya.
Untuk diketahui, polemik internal NU berujung ke meja hijau, bermula dari penunjukkan pengurus PCNU Jombang periode 2023-2024 oleh PBNU yang dinilai tidak sah.
APQANU meminta PBNU mencabut SK (Surat Keputusan) kepengurusan definitif PCNU Jombang masa khidmad 2023-2024, serta mengesahkan dan melantik pengurus PCNU hasil konfercab NU (Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama) pada 5 Juni 2022.
Dalam materi gugatannya, APQANU Jombang juga menggugat PBNU kerugian material sebesar Rp1,5 miliar atau Rp1.540.001.926, uang itu akan digunakan untuk kemaslahatan NU.
>>> Klik berita lainnya di news google beritabangsa.id